Mohon tunggu...
Claussius Richard
Claussius Richard Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi | Universitas Komputer Indonesia

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melawan Takdir: Perjuangan Seorang Anak Yatim di Desa Jayagiri

29 Desember 2023   08:46 Diperbarui: 14 Januari 2024   11:08 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Desa Jayagiri, Kabupaten Bandung Barat, hiduplah seorang anak bernama Rizki. Rizki adalah anak yatim piatu yang kehilangan kedua orang tuanya akibat COVID-19 pada tahun 2021 yang merenggut nyawa mereka. Setelah kematian orang tuanya, Rizki harus menghadapi kenyataan pahit bahwa dia tidak lagi memiliki sumber penghidupan yang tetap.

Meskipun Rizki memiliki tekad yang kuat untuk melanjutkan pendidikannya, keadaan ekonomi keluarganya yang ditinggalkan membuatnya terjebak dalam keputusan sulit. Ia harus merelakan mimpinya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan menggantinya dengan pekerjaan demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Setiap pagi, Rizki memulai hari dengan langkah-langkah yang berat. Ia berjalan menuju sekolah dengan buku-bukunya di dalam tas, hanya untuk melihat teman-teman sebayanya menuju kelas mereka. Rizki selalu berharap bisa bergabung dengan mereka, tetapi kenyataan membuatnya harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Suatu hari, Rizki mendengar tentang lowongan pekerjaan sebagai tukang parkir di pusat perbelanjaan di kota terdekat. Tanpa ragu, ia mengajukan diri untuk pekerjaan tersebut. Meskipun bekerja sebagai tukang parkir bukanlah cita-cita dan impian yang pernah ia bayangkan, Rizki tetap berusaha memberikan yang terbaik.

Hari-hari Rizki pun berubah. Pagi hari, ia tidak lagi membawa buku-buku sekolah, melainkan jaket oranye dan topi tukang parkir. Setiap langkah yang ia ambil di tempat parkir adalah langkah yang menjauhkannya dari mimpi-mimpi pendidikannya. Namun, Rizki tetap menjalani hari-harinya dengan senyuman tipis di wajahnya.

"Ga nentu, soalnya disini sistemnya shift, sehari hanya 2-3 jam. Rp. 2.000/motor sama Rp. 5.000/mobil. Itu juga kadang ada yang cuma lewat gitu aja, ga ngasih sama sekali." ucap Rizki pada saat di wawancarai.

Meski pekerjaannya memberikan penghasilan yang cukup untuk menyambung hidupnya, hati Rizki selalu terasa berat. Ia merasa kehilangan setiap kali melihat anak-anak seusianya melanjutkan pendidikan mereka. Rasa cemas dan penyesalan seringkali menghantuinya di malam hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun