Mohon tunggu...
Claudy Yusuf
Claudy Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Salam

"Saya mendapat ilmu ketika membaca maka saya balas dengan menulis untuk berbagi" instagram: Claudyusuf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Punden Berundak, Budaya Megalitik yang Masih Eksis

2 Januari 2012   07:07 Diperbarui: 4 April 2017   17:34 44105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Punden berundak adalah salah satu hasil budaya Indonesia pada zaman megalitik (megalitikum) atau zaman batu besar. Punden berundak merupakan bangunan yang tersusun bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Punden Berundak pada zaman megalitik selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. [caption id="attachment_152718" align="aligncenter" width="653" caption="punden berundak (sumber kaskus dengan sedikit editan)"][/caption] Sebagai budaya asli buatan nenek moyang Indonesia, punden berundak tetap dipertahankan keberadaanya oleh nenek moyang kita. Meskipun saat agama Hindu-Budha datang membawa paham ke-Tuhanan yang berbeda, punden berundak masih tetap digunakan dalam pembangunan tempat ibadah berupa candi seperti Candi Borobudur. Hal inilah yang membuat candi-candi di Indonesia memilki ciri khas yang unik. [caption id="attachment_152720" align="aligncenter" width="555" caption="Candi Ijo dengan alas berupa unden berundak / candi borobudur yang berbentuk punden berundak (smber:google)"]

13254871211389123198
13254871211389123198
[/caption] Punden berundak bukan hanya bertahan dengan akulturasi bersama candi tapi juga berakulturisasi dengan bangunan tempat ibadah umat islam yaitu masjid. Bagian punden berundak pada Masjid sering tidak kita sadari karena hanya dianggap sebagai tangga bertingkat. Namun, jika diperhatikan tangga bertingkat yang mengelilingi masjid tersebut berbentuk punden berundak. Dapat dikatakan masjid dibangun diatas punden berundak atau punden berundak sebagai alas dari Masjid. [caption id="attachment_152721" align="aligncenter" width="640" caption="Masjid Sulthani Watgoleh dengan alas punden berundak (sumber detikfoto)"]
13254871991385739837
13254871991385739837
[/caption] [caption id="attachment_152722" align="aligncenter" width="538" caption="Masjid Raya Batam dengan alas punden berundak (sumber http://beautifulmosques.com)"]
1325487635412656999
1325487635412656999
[/caption] Bangunan punden berundak selain berakulturasi dengan tempat ibadah seperti Candi dan Masjid juga digunakan pada bangunan modern seperti pada Monumen Nasional (monas) dan Tugu Pergerakan Kemerdekaan. Pada Monas bagian punden berundak (berupa tangga mengelilingi Monas) terletak dibawah cawan. Sedangkan pada Tugu Pergerakan Kemerdekaan, punden berundak terletak pada bagian bawah lingga. [caption id="attachment_152723" align="aligncenter" width="300" caption="dibawah bagian cawan Monas terdapat punden berundak (berupa tangga yang mengelilingi Monas) (dok pribadi))"]
1325487738824557519
1325487738824557519
[/caption] [caption id="attachment_152724" align="aligncenter" width="627" caption="Tugu Pergerakan Kemerdekaan (Pangkalpinang) dengan alas berupa punden berundak dan diatasnya terdapat lingga dan yoni (sumber: visitbangkabeltung.com)"]
1325487960627963050
1325487960627963050
[/caption] Masih banyak lagi bangunan-bangunan yang menggunakan punden berundak selain dari yang saya sebutkan.Ini menandakan bahwa arsitektur karya nenek moyang Indonesia pada zaman megalitikum masih dapat eksis hingga sekarang tanpa menghilangkan bentuk aslinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun