Mohon tunggu...
Claudy Yusuf
Claudy Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - Salam

"Saya mendapat ilmu ketika membaca maka saya balas dengan menulis untuk berbagi" instagram: Claudyusuf

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nasib Dinding, Meja, dan Kursi Kelas

3 September 2010   12:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:28 5187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui fungsi dinding, meja dan kursi kelas adalah untuk menunjang proses ajar-mengajar antara murid dan guru. Dinding untuk melindungi kelas dari hembusan angin, debu dan apa saja yang mengganggu yang berasal dari luar kelas. Kursi untuk tempat duduk para murid dan guru agar nyaman saat belajar. Meja sebagai alas untuk menulis agar memudahkan dalam proses menyatat. Selain dari fungsi dinding, meja dan kursi yang disebutkan seperti diatas ternyata ketiga penunjang proses belajar itu mempunyai fungsi tersendiri bagi para murid, apakah itu? Perhatikanlah setiap dinding, meja dan kursi, pasti anda akan menemukan hal-hal yang merusak nilai estetika sejati dari benda-benda itu. Alat penunjang poses belajar itu yang seharusnya indah dengan warna cat tanpa noda ternyata dibuat tak indah lagi oleh para murid yang tidak bertanggung jawab. Mereka mencorat-coret dan menggambar dinding, meja dan kursi itu dengan type-ex, pulpen, spidol dan pensil. Hal ini dapat kita lihat dari foto dibawah ini, [caption id="attachment_248202" align="aligncenter" width="500" caption="gambar di meja (dok. pribadi)"][/caption] Gambar seperti diatas adalah salah satu contoh bentuk coretan dari dinding, meja dan kursi kelas. Tapi selain gambar seperti itu ternyata masih banyak lagi bentuk coretan lainnya, seperti menunjukan rasa cinta, sebaga wadah mencontek, sebagai wadah menghitung dan sebagai wadah menulis nama sendiri maupun orang lain. Dari bukti diatas maka munculah pertanyaan "Mengapa para murid mencoret-coret dinding, meja dan kursi?" jawabannya hanya sekedar iseng dan terdesak. Iseng menyalurkan kreativitas walau bukan pada tempatnya, iseng menyalurkan perasaannya walau bukan pada tepatnya, terdesak karena ulangan sehingga bikin contekan, terdesak karena gak punya kertas jadi menghitung didinding dan lainnya. Hal ini apakah akan menjadi "potret generasi muda Indonesia?" Potret generasi muda Indonesia yang tidak taat peraturan. Tidak sadar akan tanggung jawab untuk menjaga apa yang harusnya dijaga padahal hal itu untuk keperluan mereka sendiri (bagimana dengan keperluan orang lain). Tidak tau rasa terimakasih dan menghargai, sedangkan bagi yang bersekolah disekolah negeri peralatan itu datangnya dari pemerintah, seharusnya para murid berterima kasih kepada pemerintah bukannya merusak. Merasa memiliki yang bukan miliknya, padahal meja, kursi dan dinding sekolah itu bukan hanya digunakan oleh dirinya seorang tapi ia malah mencorat-coretnya seperti miliknya sendiri, hal ini juga menjadi bukti bahwa tidak adanya rasa peduli terhadap orang lain. Kalau hal ini sudah sering terjadi maka "Apa Yang Biasa dilakukan untuk mencegahnya?" Sekolah sudah pasti mempunyai peraturan dilarang mencorat-coret dinding, meja dan kursi disekolah. Sayangnya peraturan itu hanya sebatas pajangan yang tersimpan rapih didinding kelas. Kalau begitu seharusnya sekolah bisa lebih tegas lagi, contohnya pada waktu saya SD sekolah saya menerapkan 1 coretan denda Rp. 1000. Ternyata ketegasan ini berhasil karena waktu SD satu kelas bisa diajarkan oleh 1 guru saja selama pelajaran dari masuk sampai pulang yang otomatis guru itu tau siapa yang mencoret. Lalu bagaiman dengan SMP? setiap coretan dimeja, kursi, dan dinding harus dihilangkan oleh masing-masing siswa bagaimanapun caranya. Selain hal itu siswa disuruh mengecat sendiri meja, kursi dan dinding kelas agar dapat memenangi kelas terbersih. Peraturan ini sebenarnya terlihat seperti sekolah tidak mau keluar uang untuk cat padahal siswa sudah bayar uang SPP. Selain itu sekolah juga melarang siswanya untuk membawa type-ex. Tapi perautran ini tidak dipatuhi oleh seluruh siswa. Saat SMA, peraturan malah semakin longgar. Tidak ada denda hanya larangan dan arahan saja agar tidak mencorat-coret. Mungkin sekolah menganggap bahwa anak SMA sudah dapat berfikiran lebih matang sehingga menyadari apa mencorat-coret itu salah atau benar. Tapi pada kenyataannya masih saja banyak corat-coretan. Jadi "Bagaimana cara yang tepat agar siswa tidak mencorat-coret yang bukan pada tematnya lagi?" Bisa ditiru saat saya SD dengan 1 coretan denda seribu dan setiap ada coretan langsung diinvestigasi siapa pelakunya. Bisa juga meniru saat SMP dengan menyuruh menghilangkan noda coretan sendiri-sendiri tapi tidak perlu cat dari murid sendiri melainkan dari sekolah (kan udah bayar SPP mahal). Selain peraturan-peraturan itu yang paling penting adalah menyadarkan para murid tentang hal buruk seperti mencorat-coret bukan pada tempatnya. Karena jika si pelaku sudah sadar tentang yang ia lakukan itu salah maka ia tidak akan melakukannya. Foto-Foto sebagai bukti lainnya, [caption id="attachment_248213" align="aligncenter" width="500" caption="gambar yang bagus tapi salah tempat (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_248219" align="aligncenter" width="500" caption="ciyee curhat sama meja nihh (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_248240" align="aligncenter" width="500" caption="nyontek nih yee (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_248239" align="aligncenter" width="500" caption="menghitung didinding (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_248236" align="aligncenter" width="500" caption="berkenalan dengan meja, hai meja saya Ivan (dok. pribadi)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun