Pelabuhan LIverpool
Senja, 22 maret 1994
Awan tak kelihatan. Hanya tampak birunya langit yang membentang tanpa batas, hanya berbatas sepanjang jangkauan bola mata yang masih mengamat-amati keadaan pelabuhan. Vito bahagia tinggal di tempat ini yang baginya adalah tempat terbaik di dunia: kota yang permai di pagi hari, damai di siang hari, ramai di sore hari dan sunyi ketika malam mulai menua.
Bekerja di pelabuhan membuatnya dapat melihat beribu-ribu wajah baru hampir setiap hari. Wajah orang-orang yang datang dan pergi tanpa meninggalkan bekas apa pun dalam ingatannya, yang selalu ia nantikan setiap bekerja ialah akhir pekan, agar dia bisa pergi ke Anfield[1], untuk menonton pertandingan Liverpool FC yang terkenal itu, atau ke gedung konser untuk menyaksikan grup-grup band baru yang berharap dapat mencapai kepopuleran luar biasa seperti The Beatles, grub band asal Liverpool yang telah jadi lagenda musik dunia itu.
Senja kali ini Vito pulang ke rumahnya yang berada di dekat pelabuhan itu. Dalam perjalanan tak disangka ia menjumpai seorang wanita yang tengah duduk di tembok pembatas dermaga dengan tubuh dan wajah mengarah ke dalam lautan. Berpikir wanita itu tengah mencoba bunuh diri ia pun berlari menghampiri wanita itu.
"Kuharap anda tidak sedang tak ingin bunuh diri di sini. Ini tempat yang terlalu indah. Sayang sekali jika kau ingin mengakhiri hidupmu di sini!" Teriak Vito dengan suara setenang mungkin.
Mendengar itu wanita itu pun memalingkan wajahnya ke arah Vito. Dia berdiri, mengambil ancang-ancang untuk siap melompat. Vito nampak ketakutan saat melihat itu. Tetapi tenyata wanita itu hanya melompat turun dari tembok itu.
"Aku tak sebodoh yang kau pikirkan." Wanita itu mendekati Vito lalu berkata demikian.
"Terus apa yang kau lakukan di situ?"
"Bukankah katamu tempat ini sangat indah? Aku datang jauh-jauh dari Munchen untuk membuktikan kata orang-orang itu."
"Tentu, yang kaulihat itu hanya sebagian dari keindahannya. Tetapi apa yang kau lakukan tadi nampak seperti kelakuan orang yang sedang ingin bunuh diri."