"Itu caraku untuk lebih menikmati keindahan pelabuhan ini," timpalnya santai.
Wanita itu kemudian mengajak Vito naik ke atas tembok pembatas dermaga. Mereka pun mulai bercerita. Hanya mereka. Senja pun tak berani mengganggu dua anak manusia yang kini tengah memadu kemesraan itu. Wanita itu bertanya banyak tentang kota Liverpool dan Vito pun bercerita tentang kotanya dengan semangat berapi-api.
"Namaku Dita, aku seorang wartawan." Ia mulai memperkenalkan dirinya.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Yang jelas tak sekedar hanya berjalan-jalan. Aku datang untuk meliput berita seputar pertandingan Liga Champions antara Liverpool dan Bayern Munchen. Aku datang bersama para pendukung Bayern Munchen yang memilih menggunakan kapal laut."
"Bukankah pertandingan itu sudah selesai kemarin?"
"Iya. Maka dari itu besok aku akan pulang."
Vito terdiam. Untuk sejenak dia berpikir. Belum pernah sebelumnya ia alami kemesraan seperti yang ia alami dalam pertemuan sesingkat ini.
"Apakah suatu saat nanti kau akan kembali."
"Mungkin. Tetapi aku tak mau berjanji."
Vito melirik arlojinya. Hanya satu jam mereka berbincang, jelas dia akan mampu melupakan wajahnya seperti beribu-ribu wajah yang setiap hari ia jumpai lalu terlupakan. Mereka memandang awan yang mulai menebal seperti kapas. Mereka mengakhiri perjumpaan itu dengan bertukar senyum tanpa tanda mata, tanpa ada kepastian akan kembali berjumpa.