Mohon tunggu...
Humaniora

Keluar dari Zona Nyaman , Pengalaman di Kampung

12 Januari 2016   21:00 Diperbarui: 12 Januari 2016   21:15 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah saya mengadakan live in ke sukabumi di desa Dusun Kendal ngisor . Pada kegiatan ini , murid SMA Mahatma Gading diharuskan mengikuti kegiatan study kemasyarakatan ini. Study kemasyarakatan ini berlangsung selama 7 hari termasuk perjalanan. Perjalanan kesana diperkirakan 12 jam akan tetapi kami mengalami kendala sehinggga memakan waktu lebih lama. Sesampainya di sukabumi , kami ganti kendaraan angkot agar bisa masuk ke pedalaman. Kampung tersebut berada di dataran yang lebih tinggi dan jalannya yang curam membuat kami sedikit ngeri melihat jurang yang berukuran hanya sekitar 15 cm dari ban mobil kami.

Sesampainya di kampung tersebut kami disambut oleh seluruh warga disana. Kami berjabat tangan hamper dengan seluruh warga desa yang membuat antrian panjang , yang pada akhirnya disambut oleh tarian dari belanda yang unik. Sebelum memulai acara yang akan berlangsung selama beberapa hri ini, kami berdoa sejenak agar Tuhandapat melindungi kami dari segala marabahaya dan menuntun kami selalu. Pembagian nama-nama murid dan ibu bapak yang akan mendjadi orang tua selama beberapa hari itu.Ibu saya bernama Siti . Pada pagi hari ia membuat bubur . Bubur yang ibu saya buat diberi mie dan kuah soto yang dijual seharga 1000 kepada murid smp. Ia berjualan di sebrang sekolah smp .

Setelah saya dan teman saya bangun , kami sarapan dan mengantarkan gorengan yang bapak saya buat dan mengantarkannya key warung pondok ibu. Saya mengusulkan membuat jagung bakar dan ajagung rebus yang diberi susu dan keju. Bapak pun turun key ambarawa untuk emboli keju , karena di desa atau kampung tersebut tidak menjual keju.Disana kami belajar memanen padi , mengambil cabai, memasak gula aren,dan lain lain. Gadget kami dikumpulkan agar kami dapat berbaur dengan teman teman dan orang tua kami di desa tersebut.

Pengalaman study kemasyarakatan ini mengajarkan kita agar kami dapat hidup sederhana karena kami makan seadanya yang dibuatkan ibu atau bapak kami. Hidup tanpa gadget yang pada jaman sekarang kita sangat membutuhkan bahkan kata orang “ tidak bisa hidup tanpa hp”.

Setelah 5 malam disana , kami pulang dan berpamitan kepada ibu bapak serta warga- warga kampung tersebut. Kami semua , murid murid , diberi bekal yang cukup banyak. Ada yang diberi jagung , gula aren, sayur- sayur , kerupuk , banyak lagi. Masing masing murid bisa membawa satu kardus kecil ole-oleh darikampung tersebut. Selama disana saya merasa bersyukur atas apa yang saya punya saat ini, karena belum tentu apa yang kita punya saat ini bisa dimiliki orang lain. Kita semua masih mengunakan uang orang tua bagi yang belum bekerja , ternyata cari uang itu susa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun