Mohon tunggu...
Claudia Ananta Putri
Claudia Ananta Putri Mohon Tunggu... Administrasi - Asisten Bisnis

halo, saya Claudia yang hidup di antara impian dan realita. menjelajah dunia melalui halaman buku, bermimpi menciptakan ruang nyaman untuk mereka yang butuh tempat pulang, menghargai setiap detik, dengan mata yang selalu memandang jauh ke depan. "Di setiap langkah, ada cerita baru yang menunggu."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pena, Lensa & Air Mata: Ketika Hati Jurnalis Berbicara

6 Desember 2024   14:14 Diperbarui: 6 Desember 2024   14:29 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: depok.inews.id dan wartasidoarjo.pikiran-rakyat.com

Seorang jurnalis atau penyiar berita memang harus dituntut untuk netral dalam artian menyajikan berita atau informasi secara murni tanpa dipengaruhi oleh pandangan pribadi, emosi atau bias tertentu. Netralitas juga dalam artian seimbang, adil, tidak memihak siapapun dan memberikan ruang dari berbagai sudut pandang yang relevan. Dalam prinsip jurnalisme, jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara hati nurani mereka. Namun, di masa yang modern ini, masih menjadi pertanyaan apakah prinsip ini masih diterapkan?

Jurnalis juga manusia yang mana sedih, senang dan emosi lainnya dapat memengaruhi mereka dalam bertugas. Menangis di depan kamera saat melaporkan peristiwa atau saat menyampaikan informasi sedih bukan berarti mereka gagal menjalankan tugas. Sebaliknya, itu bukti bahwa mereka tetap menjaga empati sebagai manusia pada sesama. Ketika menangis jurnalis harus tetap mengutamakan akurasi dan kecepatan penyampaian berita maupun informasi. Pengaruh emosi dan lainnya tidak boleh membuat berita atau informasi yang akan disampaikan terganggu.

Sebagai contoh, di saat momen yang mengharukan mengisi layar kaca yang dialami oleh Gisellya Noorrahman, reporter iNews TV, yang harus meninggalkan keluarganya demi meliput Lebaran 2023.

Saat sedang melaporkan secara langsung, iNews TV menghubungkannya dengan sang ibu lewat telepon, yang kemudian ditayangkan bersamaan. Meskipun hanya mendengar suara ibunya tanpa bisa bertatap muka, Gisellya tak bisa menahan haru dan menangis ketika sang ibu menanyakan kabarnya selama bertugas.

Momen ini tidak hanya menyentuh hati banyak orang, tetapi juga memicu pertanyaan tentang keseimbangan antara profesionalisme dan emosi pribadi dalam dunia jurnalisme.

Sebagai seorang jurnalis, mereka dituntut untuk menyajikan informasi secara objektif dan terlepas dari perasaan pribadi. Namun, peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun berusaha profesional, jurnalis tetap manusia biasa yang memiliki emosi.

Kehidupan seorang jurnalis seringkali menuntut pengorbanan pribadi. Mereka harus berhadapan dengan jadwal yang padat, liputan yang tidak terduga, dan sering kali jauh dari keluarga, seperti yang terlihat dalam insiden reporter iNews TV ini. Meskipun demikian, dunia media selalu mengedepankan profesionalisme, sehingga jurnalis harus bisa menyeimbangkan tugas mereka dengan kehidupan pribadi yang tidak kalah penting.

Contoh lainnya yang baru-baru ini terjadi yaitu ketika dua jurnalis TV One tidak dapat menahan tangis saat melaporkan kecelakaan di Tol Pemalang-Batang, Jawa Tengah, pada Kamis (31/10/2024) pagi. Kecelakaan tersebut menimpa lima orang, termasuk jurnalis dan kru TV One, dengan tiga di antaranya meninggal dunia. Reporter lapangan yang melaporkan kejadian ini menangis saat mengenang rekan-rekannya, Dalam siaran langsung tersebut, jurnalis mengenang kebaikan, humor, dan sikap mengayomi dari almarhum rekan-rekannya yang selalu setia menemani mereka selama bertugas.

Momen ini menunjukkan bahwa meskipun jurnalis dituntut untuk bersikap profesional, mereka tetap manusia yang tidak bisa menghindari rasa kehilangan, terlebih ketika berhadapan dengan tragedi yang menyangkut orang-orang yang mereka kenal dan hormati.

Momen ini juga memunculkan pertanyaan penting: apakah prinsip jurnalisme yang mengutamakan objektivitas dan netralitas selalu dapat diterapkan tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan seorang jurnalis? Banyak yang berpendapat bahwa jurnalis harus bisa mengendalikan perasaan mereka untuk memastikan berita yang disampaikan tetap akurat dan tidak terpengaruh oleh emosi.

Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa, di tengah tragedi, perasaan dan empati jurnalis tidak bisa disingkirkan begitu saja. Menangis tidak mengurangi profesionalisme mereka, malah mungkin menunjukkan kedalaman dan kepekaan terhadap isu yang dilaporkan. Tidak ada yang salah dengan menunjukkan perasaan selama itu tidak mengganggu akurasi dan integritas berita yang disampaikan. Sebab, pada akhirnya, dunia membutuhkan lebih banyak manusia yang berani peduli, bahkan ketika tugas mereka menuntut sebaliknya asalkan semua yang dilakukan dengan cara yang tetap menghormati prinsip-prinsip jurnalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun