Sudah beberapa tahun belakangan, saya suka sekali mengamati pohon ginkgo biloba. Saking suka, saya pernah bikin tulisan singkat tentang tanaman ini di salah satu laman media sosial saya. Setiap pergantian musim, saya pun selalu menyempatkan diri untuk mengabadikan pohon yang bagi saya terlihat sangat artistik.Â
Dalam bahasa Inggris, pohon ini dinamakan maidenhair tree sebab daunnya cukup lebat seperti rambut perawan. Entah dalam bahasa Indonesianya.Â
Pada musim dingin, pohon ini gundul, yang menurut saya terlihat semakin seksi karena batangnya menjulur panjang telanjang tampak menerawang.
Tahun sebelumnya masih tiga tetapi ada yang baru ditanam sehubungan projek 100 Pohon Oderzo baru-baru ini. Dua pohon lainnya, ditanam di halaman gedung apartemen dekat stasiun bus. Dan lima pohon lain, tumbuh subur di taman publik sebagai paru-paru kota. Total ada sebelas pohon di kota ini.
Dua tahun lalu saya sempat terperanjat sebab salah satu pohon yang biasa menjadi latar saya bergaya di pinggir jalan, rantingnya roboh seperti tangan manusia yang lunglai.Â
Waktu itu saya teliti baik-baik, tak ada bagian batang yang patah. Sungguh aneh. Waktu itu cuaca cerah sepanjang minggu di musim panas, nyaris tak pernah hujan atau angin keras.Â
Rupanya cabang pohon tak sanggup menahan ranting yang penuh daun dan buah. Sungguh pemandangan yang "manusiawi" menurut pemikiran saya yang naif.
Sejak itu, rasa ingin tahu saya jadi semakin bertambah. Mulailah saya mencari info tentang pohon yang setiap kali lewat selalu saya sentuh batang dan daun-daunnya sambil menyapa mereka dengan mesra. Mungkin orang-orang di mobil yang antre menunggu giliran lewat di persimpangan jalan ini, melihat aneh ada orang Asia sedang mengobrol dengan daun-daun dari pohon-pohon ginkgo biloba ini.