Mohon tunggu...
claudia ingkiriwang
claudia ingkiriwang Mohon Tunggu... profesional -

saya seorang ibu, praktisi pendidikan, dan profesional di salah satu Theme park di Indonesia. pembaca dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Laper, masak dan sebuah sensory experience

6 Mei 2012   14:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:38 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

‘Bu, perlengkapan masaknya sudah siap ya, ayam sudah dikeluarkan dari kulkas, limo, kecap manis, kecap inggris, mentega, kuali dan tank top sudah siap.” Kata mbak Nia, pembantu kami. Ia tahu persis apa yang saya butuhkan untuk masak. Nah perlengkapan yang terakhir –tank top- itu sebagai syarat kalau mau masakannya enak, ini saya pelajari dari acara masak di televisi yang ber-rating tinggi : ala chef, Farah Quin.

Saya aslinya nggak bisa masak. Masakan apa saja, kalau saya pegang rasanya jadi hambar. Sampai sampai dulu saya pernah berfilsafat, pada dasarnya manusia dibagi dalam 2 golongan, yang bisa masak dan yang tidak bisa masak. Saya juga percaya bahwa keahlian masak itu bukan hanya masalah bakat, tapi juga takdir. Kalau sudah takdirnya gak bisa masak, ya mau diapa-apain juga gak bisa masak.

Untungnya saya bertemu teman teman yang merubah pendirian saya ini. Nggak bosan bosan, teman teman  ini mengirimkan whatsapp, resep resep yang gampang namun lezat.  Akhirnya saya pun mencoba masak, lalu keranjingan masak. Hmm.. ternyata pendapat saya berubah, atau tepatnya ternyata takdir bisa berubah.

Sekarang tiap masakan saya habis dilahap seisi rumah, sebelum sempat dingin. Sebagai ungkapan rasa sombong, saya ingin berbagi rahasia, bagaimana memasak yang berhasil, dalam 4 langkah.

1.Langkah pertama adalah pemilihan bahan baku. Mau masak sederhana,  mau masak pesta, mau masak apa saja, pastikan bahan baku nya segar. Kalau ikan ya ikan yang segar, nggak pucat, nggak bau, (apalagi bau formalin). Kalau ayam, ya ayam yang baru dipotong, demikian juga daging sapi. Sayuran pun juga harus dipastikan segar. Tanpa bahan baku yang segar, jangan mengharapkan masakan yang enak.  Syarat bahan baku berkualitas ini mirip dengan syarat memilih orang dalam suatu organisasi. Kalau nggak berkualitas, sudah deh, nggak usah mengharapkan organisasi berjalan sesuai rencana.  Yang ada malah bikin basi semua teman teman yang lain.

2.Langkah ke dua adalah preparation. Ada yang harus di rajang lebih dahulu, ada yang harus di tumbuk berserta garam, dsb. Siapkan semua yang diperlukan di depan mata. Mulai dari garam, merica, bumbu dapur, dan sebagainnya. Semua musti direncanakan dulu. Jangan nyari dadakan ketika proses masak berlangsung. Dulu sebelum paham, saya sering tuh, teriak teriak..” mbak.. minyak wijen kok abis..” padahal bahan sudah di campur di wajan semua. Tanpa persiapan, tanpa rencana, bisa berabe..

3. Langkah ke tiga adalah proses mencampur bahan bahan. Ada bahan yang harus direbus lebih dahulu, ada bahan yang harus dicampur terakhir. Walaupun pada akhirnya asam dan garam bertemu di kuali, tapi pastikan asam dan garam sesuai dengan urutannya… Nggak bisa semua bahan mau jadi yang pertama masuk kuali.

4.Nah, langkah ke 4. Terakhir. Ini yang tidak banyak di ketahui orang. Ini rahasia nya, kenapa makanan saya selalu habis sebelum dingin, dan anak anak selalu menantikan masakan berikutnya. Gini : kalau kamu memasak untuk anak anak, maka masaklah ketika anak anak sedang lapar  (kalau memasak untuk suami, ya masak lah ketika suami sedang lapar). Lho kok kejam banget ? ya. Penjelasannya begini, jika kamu memasak, ketika orang orang sedang lapar, ada proses menunggu disitu. Ada proses menantikan, sang masakan selesai. Nah di situlah segala panca indra bekerja maksimal. Indra penciuman jadi semakin tajam, yang akhirnya mempengaruhi indra perasa untuk mengeluarkan air liur. Indra pendengaran jadi peka, sehingga mempengaruhi indra penglihatan untuk memvisual-isasikan masakan, dan mendorong indra peraba untuk tidak sabar menyendok makanan. Keadaan panca indra yang siaga optimal mentok ini, hanya bisa terjadi pada satu kondisi, yaitu lapar…. Makanya ketika makanan matang, kelima indra itu, tidak bisa menunggu lagi, dan penilaian enak atau tidak enak menjadi tidak objective lagi. Kondisi ini, kalau di ruang therapy di sebut sensory experience.

Sensory experience inilah yang menghasilkan rasa puas (dan kenyang tentunya) dan happy.  Happiness ini pada kemudian menghasilkan memory yang indah, dan bahkan menimbulkan addiction (bahasa ekstrimnya). Jadi paham kan, kenapa sih ada makanan yang hanya nikmat pada saat di makan di tempat, sambil berdiri didepan si tukang masak malah, dan ketika masakannya di bawa pulang ke rumah, rasa nya berbeda. Itu bukan karena rasanya yang berbeda, tapi sensory experience nya yang berbeda.

(ketika menuliskan ini, saya ingin masakan ikan woku buatan ibu saya…)

Karawaci 6/5/12

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun