Dalam film tersebut, digambarkan sekolah SD PN Timah merupakan sekolah bagi anak-anak yang mampu dalam segi finansial, sedangkan sekolah SD Muhammadiyah yang merupakan sekolah tertua dan terbelengkalai di Belitung untuk anak-anak yang kurang mampu tapi ingin belajar.
Awalnya SD Muhammadiyah menjadi bangunan yang sudah tidak digunakan, dan sudah rapuh. Namun, ada dua guru yang memiliki mimpi bahwa tiada halangan bagi anak-anak untuk belajar, yaitu Bu Muslimah dan Pak Harfan.
“Tidak ada yang percaya bahwa anak-anak miskin pun punya hak untuk belajar.” – Bu Muslimah
Kalimat yang seringkali kita jumpai bahkan di tahun 2020 ini pun masih banyak yang tidak percaya bahwa anak-anak miskin punya hak untuk belajar. Bisa dianggap, masih banyak orang yang menganggap orang miskin itu sebelah mata.
Stigma anak miskin tidak bisa sekolah akhirnya dirusak oleh kedua guru tersebut beserta murid-muridnya. Mereka semua memiliki tekad yang kuat untuk belajar walau terbatas dana. Hal ini dapat terlilhat pada saat SD Muhammadiyah yang akhirnya bisa memenangkan lomba karnaval. Keterbatasan tidak membatasi Mahar sebagai ketua kelompok untuk berkreasi.
Prestasi mereka tidak sampai situ saja! Lintang, Mahar, dan Ikal berhasil meraih juara pertama dalam lomba cerdas cermat melawan sekolah-sekolah yang bisa dikatakan bagus.
Melalui prestasi-prestasi dalam film Laskar Pelangi, kita bisa belajar bahwa tidak boleh memandang sebelah mata kepada orang-orang yang kurang mampu. Pendidikan itu boleh didapatkan siapa saja, tanpa terkecuali.
Jangan pernah menyerah untuk mewujudkan mimpi kalian ya! Yakin dengan diri sendiri bahwa kalian bisa menggapai semua mimpi kalian. Semangat untuk semuanya yang membaca ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H