Film adaptasi telah menjadi salah satu bentuk seni yang menghubungkan dua dunia, yaitu sastra dan sinema. Proses mengubah karya seperti novel, cerita pendek, drama panggung, atau bahkan cerita rakyat ke dalam bentuk film telah membuka peluang bagi penonton untuk menikmati interpretasi visual dari kisah yang sebelumnya hanya dapat dibayangkan melalui teks. Selain memberikan hiburan, film adaptasi juga berfungsi sebagai sarana untuk mengenalkan karya-karya klasik kepada generasi muda. Di Indonesia, film adaptasi telah menjadi bagian penting dalam perkembangan industri perfilman, contohnya Bumi Manusia (2019) yang sukses membawa kisah lokal ke layar lebar. Pada kesempatan ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang Bumi Manusia (2019) yang berhasil memikat hati penonton.
Bumi Manusia (2019) adalah film yang diproduksi oleh Falcon Pictures dan disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini diadaptasi dari novel legendaris karya Pramoedya Ananta Toer dengan judul yang sama dan telah dikenal sebagai salah satu karya sastra besar Indonesia. Film ini mengisahkan seorang pemuda pribumi Jawa bernama Minke yang jatuh cinta dengan seorang gadis blasteran Belanda bernama Annelies di tengah gejolak kolonial pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai Indonesia. Hubungan mereka dihadapi oleh tantangan seperti penolakan dari ayah Minke yang saat itu menjabat sebagai seorang bupati. Ini dikarenakan status sosial ibu Annelies, Nyai Ontosoroh dianggap setingkat dengan hewan peliharaan. Film ini menggambarkan perjuangan Minke melawan diskriminasi sosial, budaya, dan kolonialisme. Dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan dan Mawar de Jongh, film ini berhasil memenangkan kategori Best Film di Festival Film Bandung 2020 dan kategori Best Editing di Maya Awards 2020.
KESUKSESAN
Sebagai salah satu film adaptasi yang populer di tahun 2019, tentunya Bumi Manusia mempunyai kelebihan-kelebihan atau kesuksesan yang membuat banyak orang memiliki minat yang tinggi untuk menonton film ini. Berikut merupakan 3 kelebihan atau kesuksesan film ini.
- Berhasil mendapatkan satu juta penonton setelah tayang selama dua pekan di bioskop
- Film Bumi Manusia berhasil menjual sebanyak 1.113.810 tiket, dengan estimasi pendapatan kotor mencapai Rp 44,5 miliar. Keberhasilan ini menempatkan Bumi Manusia di posisi kesembilan sebagai film Indonesia terlaris sepanjang tahun 2019.
- Kualitas produksi yang tinggi
- Bumi Manusia sukses menghadirkan suasana Hindia Belanda pada awal abad ke-20 dengan memperhatikan detail pada set, kostum, dan properti, sehingga mampu membawa penonton merasakan nuansa zaman tersebut.
- Pemilihan aktor dan aktris yang tepat
- Casting director beserta tim produksi berhasil memilih aktor dan aktris yang tepat untuk membintangi Bumi Manusia. Iqbaal Ramadhan yang popularitasnya telah diakui sejak kesuksesannya bersama Coboy Junior menjadi daya tarik tersendiri bagi para penonton, terutama penggemarnya. Mawar de Jongh juga sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, terutama melalui lagu populernya yaitu "Lebih dari Egoku". Selain itu, penampilan Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh turut mendapatkan banyak pujian dari audiens karena kemampuan aktingnya yang kompeten.
KEGAGALAN
Di balik kesuksesan yang diraih oleh film Bumi Manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat kelemahan atau kegagalan di balik film ini. Berikut merupakan 3 kelemahan atau kegagalan film ini.
- Pihak Falcon Pictures menyatakan belum berhasil mendapatkan keuntungan walaupun film ini sudah menembus satu juta penonton
- Frederica sebagai produser Falcon Pictures, menyatakan bahwa mereka belum memperoleh keuntungan dari perilisan Bumi Manusia. Namun, ia juga memilih untuk tidak mengungkapkan anggaran produksi film tersebut. Pada saat itu, pihak Falcon Pictures masih berharap agar ada penonton yang datang ke bioskop untuk menonton Bumi Manusia.
- Munculnya pro-kontra audiens terkait film Bumi Manusia
- Beberapa penonton merasa bahwa film ini terlalu banyak menampilkan adegan romantis antara Minke dan Annelies, sehingga mengabaikan peran Minke sebagai jurnalis pribumi yang progresif. Selain itu, Hanung Bramantyo dianggap gagal dalam menyajikan drama yang dapat meyakinkan penonton tentang kehidupan masyarakat Indonesia pada awal abad ke-20. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa set film terlihat kurang autentik dan terkesan dibuat-buat.
- Durasi film yang terlalu lama
- Beberapa penonton merasa bahwa durasi Bumi Manusia yang hampir tiga jam terasa terlalu panjang, sehingga muncul pendapat bahwa alur cerita film ini terkesan terlalu lambat.
FAKTOR PENUNJANG
Terdapat beberapa faktor penunjang yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan oleh film ini.
Dari segi keberhasilan, film ini berhasil menangkap inti dari novel sehingga menjadikannya sebagai film adaptasi yang sukses. Selain itu, pemilihan lokasi syuting yang tepat, aktor dan aktris, kostum, serta penggunaan teknologi yang tepat juga berperan penting dalam kesuksesan film ini. Film ini juga mendapatkan respon positif dari penggemar novel Bumi Manusia dan menarik minat penonton lain yang tertarik dengan sejarah Indonesia yang tergambar dalam cerita.
Dari sisi kegagalan, film ini belum mampu memenuhi ekspektasi penggemar novel Bumi Manusia sehingga memunculkan adanya pro-kontra. Selain itu, alur cerita film dianggap terlalu lambat dan berat bagi sebagian penonton, sehingga membuat mereka cepat merasa bosan. Kemudian, pengembangan karakter seperti Nyai Ontosoroh juga dinilai belum cukup mendalam seperti yang dituliskan dalam novel.