Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, yaitu 16.165 jiwa/km2 terus menghadapi tekanan akibat jumlah penduduk yang kian bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan jumlah penduduk Jakarta akan mencapai 10,89 juta jiwa pada tahun 2025. Pertumbuhan ini meningkatkan permintaan akan tempat tinggal. Namun, tingginya permintaan ini berbanding terbalik dengan keterbatasan lahan yang tersedia, sehingga mendorong lonjakan harga properti. Â Â
Flash Report Rumah123 Edisi Februari 2024menunjukkan harga rumah seken di Jakarta mengalami kenaikan tahunan sebesar 1,2% pada Januari 2024 dibandingkan Januari 2023. Sementara, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), rata-rata harga rumah di Jakarta pada kuartal II-2024 mencapai Rp 31 juta per meter persegi. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 2,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Â Â
Tren kenaikan harga rumah diperkirakan akan terus berlanjut pada 2025, didorong oleh kebijakan pemerintah terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dilansir dari liputan6.com, rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% pada awal tahun 2025 diperkirakan akan berdampak pada harga rumah. Kenaikan PPN ini dapat menyebabkan harga rumah meningkat sekitar 5% dengan adanya dampak efek berganda (multiplier effect) dari PPN terhadap sektor perumahan.Â
Selain efek dari permintaan yang tinggi serta adanya kenaikan PPN, faktor utama lain yang memengaruhi kenaikan harga rumah adalah inflasi. Myrdal Gunarto, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets di Bank Maybank, memperkirakan inflasi di Indonesia akan mencapai 1,62% secara tahunan (YoY) pada akhir 2024 dan diproyeksikan meningkat menjadi 2,53% YoY pada tahun 2025. Tidak jauh berbeda dengan efek PPN, inflasi akan berimbas pada meningkatnya biaya material bangunan dan jasa konstruksi, yang kemudian berdampak langsung pada harga jual rumah.Â
Di sisi lain, harga rumah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia juga merupakan fakta yang tidak dapat disangkal. Penelitian dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan bahwa banyak penduduk, terutama dari kalangan berpenghasilan rendah dan menengah, mengalami kesulitan dalam mendapatkan rumah yang layak huni akibat kendala keuangan. Hasil riset tersebut menyebutkan bahwa rata-rata harga rumah di DKI Jakarta setara dengan 19,76 kali rata-rata pendapatan tahunan, artinya masyarakat harus mengumpulkan seluruh gajinya selama kurang lebih 20 tahun untuk dapat membeli rumah. Kajian tersebut juga menunjukkan bahwa masalah perumahan di Indonesia disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain harga rumah tipe kecil yang tinggi, suku bunga kredit perumahan yang besar, serta ketidaksesuaian antara lokasi rumah yang terjangkau dan lokasi tempat kerja. Â Â
Kenyataan ini semakin menegaskan bahwa memiliki rumah merupakan tantangan yang sulit, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk mengambil berbagai inisiatif yang diharapkan dapat menjadi solusi. Salah satu yang sempat menjadi sorotan adalah Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Â Â
Tapera merupakan program yang dirancang untuk membantu masyarakat agar dapat memiliki rumah dengan menabung secara berkala. Pada pelaksanaannya, setiap pekerja yang terdaftar Tapera akan dikenakan iuran sebesar 3% dengan skema cost-sharing, dimana 2,5% dibayarkan pekerja dan 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja. Peserta yang memenuhi syarat kemudian dapat memperoleh manfaat melalui tiga skema pembiayaan rumah, yakni Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR). Â Â
Namun, hingga kini, belum ada kajian yang secara khusus mengatur atau menjelaskan besaran angka tersebut. Hal tersebut memunculkan kekhawatiran dari sejumlah pihak bahwa Tapera berpotensi menjadi celah bagi praktik korupsi oleh oknum tertentu. Program ini juga dirasa kurang tepat dilaksanakan saat ekonomi masyarakat sedang melemah, seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Â Â
Kendati menghadapi banyak kritik dan keraguan dari masyarakat, pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan program ini dengan harapan dapat mengatasi kesenjangan dalam penyediaan perumahan di Indonesia dan mewujudkan impian masyarakat untuk memiliki rumah.Â
Artikel ini ditulis oleh : Amelia Calista, Clara Diva Verianinta Lagum, dan Resky Amalia (Mahasiswa Politeknik Statistika STIS)