Mohon tunggu...
Citra Racindy
Citra Racindy Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pendidik, Aktivis

Indahla dengan iman, pengetahuan dan moral.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Inklusif : Hak-hak Politik Difabel

1 Agustus 2024   18:39 Diperbarui: 1 Agustus 2024   18:46 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. -Abdurrahman Wahid
 
Partisipasi politik kaum difabel dalam pesta demokrasi telah dijamin di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 13 huruf F yang mengatur tentang hak politik untuk penyandang disabilitas. Maka dari itu harus memastikan bahwa pelaksanaan pilkada yang akan dilaksanakan ini harus berprinsip nondiskriminasi. Penyandang disabilitas harus terfasilitasi hak pilihnya. Teman-teman ragam disabilitas yang sudah mempunyai hak pilih, mereka harus terdaftar namanya dalam data pemilih sampai pada tahap akhir pencoblosan.

Terkait pemahaman mengenai politik, mayoritas teman-teman difabel kurang mendapatkan informasi politik. Ini sudah menjadi tugas yang sifatnya bukan hal baru lagi, sebab kita sudah melaksanakan pemilihan umum 2024 beberapa bulan yang lalu. Dalam hal ini kiranya setiap panti kaum difabel perlu terus berkoordinasi dengan pihak KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk melakukan hal terbaik, dan tentunya harus peka terhadap apa yang menjadi kebutuhan teman-teman difabel.

Mengutip dari Liputan4.com "Masyarakat penyandang disabilitas masih merasakan kesulitan dalam menggunakan hak pilihnya pada pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Karena, masih banyak Tempat Pemilihan Suara (TPS) yang tidak dapat diakses oleh kaum difabel. Kondisi ini terus terulang dari setiap kali pelaksanaan Pemilu ke Pemilu. Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sumut M.Yusuf, Rabu (20/12). Yakni, saat menjadi salah satu narasumber pada pelaksanaan Talk Show Optimalisasi Partisipasi Difabel Dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024 di Sumut. Kegiatan yang digagas oleh Ikatan Alumni (IKA) Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIKP) Medan itu, dilaksanakan di Pelataran Difabel, Jl. Karya Kasih."

Harapannya para difabel dapat berpartisipasi sebagai penyelenggara Pemilu bukan saja sebagai pemilih. Mereka bisa di libatkan menjadi bagian petugas di TPS, karena pada dasarnya merekalah yang lebih mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi para difabel. Selanjutnya pihak media harus lebih banyak lagi untuk menginformasikan kandidat serta infoormasi politik lainnya mengenai pilkada 2024 yang bisa dismapaikan melalui tulisan, atau poadcast (suara) dan lainnya. Misal yang tunanetra kiranya dapat mendengarkan melalui suara terkait informasi para calonnya seperti visi dan misinya dan tuna rungu dapat membaca melalui media untuk bisa lebih mengenal para kandidat calon pemimpin tingkat provinsi maupun kab/kota yang akan mereka pilih. Serta hal lainnya yang bisa di diskusikan dengan panti tempat kumpulnya para difabel.
 
Para difabel yang bertempat tinggal baik di pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kab/kota adalah masyarakat utuh yang sama punya kedudukan setara untuk hidup layak di tengah masyarakat. Sudah sepatutnya negara memberikan treatment yang baik kepada teman-teman difabel pada saat mereka berada di TPS. Seperti menyediakan fasilitas kursi roda dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan difabel yang beragam. Kita tetap harus menyuarakan pentingnya kontribusi teman-teman difabel untuk berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah. Dan tentunya mereka berhak untuk menyeleksi para kandidat yang berpihak, berjuang dan berkomitmen terhadap mereka. Hal yang terpinggirkan seperti inilah yang kurang disuarakan, sehingga para pemimpin terlalu fokus pada yang sifatnya umum dan melupakan kekhususan yang ada.
 
Isu difabel ini bukan lagi sebatas isu local ataupun nasional, melainkan isu internasional yang sudah memiliki regulasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabiltas (Convention on The Rights of Person With Disabilities) atau disnigkat CRPD. Dimana CRPD ini memiliki tujuan meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang dihadapi penyandang disabiltas serta mempromosikan kesetaraan dan memerangi diskriminasi. Indonesia sendiri sudah meratifikasinya, sehingga mau atau tidak mau, suka atau tidak suka negara Indonesia harus melaksanakannya.
 
Para pemangku wewenang harus terus melakukan harmonisasi di tingkat nasional maupun tingkat daerah tekait inklusifitas di bidang politik. Hal ini harus terus di dukung demi terwujudnya implementasi sila ke 5 Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, sumber dari segala sumber hokum, kepribadaian bangsa serta cita-cita dan tujuan bangsa. Maka perlu kiranya pengaplikasian Pancasila di dalam segala aspek penyelenaggaran negara, terkhusus di dalam partisipasi politik.
 
Demi mendukung pengarusutamaan hak disabilitas, kelompok disabilitas perlu turut serta mengawal pemenuhan hak disabilitas melalui partisipasi politik. Pemenuhan hak politik bagi disabilitas yaitu hak dipilih dan hak memilih. Secara konstitusi, hak politik disabilitas dilindungi dan diakui keberadaannya melalui ketentuan Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (3), dan pasal 28E Ayat (3) pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Berikut halnya diperkuat melalui Pasal 13 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pengaturan ini menjadi pintu pembuka dan sekaligus ruang demokratis untuk memperjuangkan hak-hak disabilitas melalui partisipasi aktif sebagai sebagai pemilih dan menjadi representasi di parlemen dalam ajang elektoral.

Terpenting partisipasi politik penyandang disabilitas tidak sebatas pemberian suara saja di tahun pemilu. Keterwakilan politik para difabel juga harus terus disuarakan tidak hanya sebatas pemilik suara namun juga berhak untuk menjadi kontestan yang kiranya dapat menyuarakan kebutuhan difabel dalam membuat kebijakan yang berpihak kepada para difabel itu sendiri. Kalau kuota perempuan dalam politik adalah 30% paling tidak kesetaraan itu juga harus dirasakan oleh para difabel. Afirmasi dari regulasi juga harus dicantumkan dalam peraturan. Harus jelas berapa % keterwakilan difabel pada setiap partai politik jika ingin berkontestan. Hal ini akan mendorong para difabel untuk meningkatkan kualifikasi Pendidikan, serta kualitas hidup mereka karena semakin besar peluang mereka untuk berkontestasi dalam dunia politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun