Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Adalah Sebuah Iuran

15 Juli 2014   21:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:15 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14054108612124314700

[caption id="attachment_315553" align="aligncenter" width="614" caption="Wendy Kopp, pendiri Teach for America di kantor Indonesia Mengajar"][/caption]

Education changes people, pendidikan mengubah orang, bahkan mungkin lebih jauh, mengubah ‘masa depannya’. Nelson Mandela pernah berkata, pendidikan adalah senjata terkuat yang bisa digunakan untuk mengubah dunia.

Iya, pendidikan memang segitu pentingnya.

Ada 3 keping kejadian yang melengkapi tulisan ini, sebuah kontemplasi akan pendidikan, yang akan saya awali dengan sebuah pertanyaan: pendidikan itu urusan siapa?

Ijinkan saya bercerita.

Keping pertama, Wendy Kopp.

Sosoknya tidak menonjol, kecuali rambutnya yang cokelat kepirangan dan postur tubuhnya yang tinggi di antara kami yang berambut hitam dan (relatif) tidak terlalu tinggi. Lebih dari itu, tidak terlihat bahwa wanita yang menggunakan blazer berwarna hitam itu adalah pendiri Teach for America yang juga salah satu pendiri Teach for All.

Wendy Kopp, namanya. Wendy mendirikan Teach for America, sebuah organisasi nirlaba yang mengirim lulusan terbaik berbagai universitas untuk mengajar di sekolah-sekolah, terutama di komunitas berpendapatan rendah, di Amerika Serikat selama 2 tahun. Karena serupa tapi tak sama dengan program pengiriman Pengajar Muda ke daerah yang dilakukan oleh Indonesia Mengajar, Wendy (katanya) selalu menyempatkan diri berkunjung ke Indonesia Mengajar ketika berada di Indonesia.

Wendy waktu itu bertanya pada alumni Pengajar Muda (guru yang dikirim Indonesia Mengajar ke kabupaten-kabupaten terluar di Indonesia) dan staf Indonesia Mengajar, pengalaman apa yang meninggalkan kesan untuk mereka. Ada yang menyaksikan anak didiknya belajar toleransi keberagaman secara nyata lewat kartu pos, ada yang berani mengikuti lomba hingga ke tingkat provinsi, bahkan nasional, juga masyarakat yang menyadari arti hidup sehat dengan ilmu yang ditularkan dari Pengajar Muda.

Pengalaman serupa yang juga didengar Wendy dari guru-guru di Korps Teach for America. Perubahan itu mungkin. Kemajuan itu juga sangat mungkin.

Keping kedua, apa yang dikatakan oleh  4 orang guru yang diundang Obama untuk makan siang.

Presiden Obama bertanya: mengapa mereka bertahan di sekolah yang mereka ampu (sekolah dengan siswa miskin yang banyak)? Apa yang bisa dilakukan Obama dan menterinya untuk membantu pendidikan di sekolah dengan tingkat kebutuhan tinggi? Kebijakan apa yang sekiranya tepat untuk memastikan bahwa siswa yang benar-benar membutuhkan guru yang berkualitas bisa mendapatkan akses ke sana?

Ini yang mereka katakan:

1)Tidak ada yang salah dengan anak-anak itu (red. siswa di sekolah), banyak dari mereka yang punya banyak halangan untuk ke sekolah, dan mereka masih tetap pergi ke sekolah. Anak-anak didik seperti ini yang menjadi motivasi bagi guru-guru ini.

2)Tanggung jawab dan kebahagiaan bisa hadir bersamaan, tak hanya mengenai menjadi sempurna, mengejar nilai bagus, semuanya menjadi tekanan dan mengajar tidak lagi menjadi sebuah kebahagiaan. Namun keduanya bisa hadir bersamaan, tak harus menihilkan.

3)Ini bukan tentang guru (teachers) yang baik dan buruk, ini tentang pengajaran (teaching) yang baik dan buruk.

4)Jika kita ingin siswa bisa berinovasi, berkolaborasi, dan menyelesaikan permasalahan nyata di dunia, maka kita juga perlu memastikan bahwa para guru memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama.

Elemen penting dalam pendidikan: tak hanya guru dan siswa, juga orangtua dan pemangku kepentingan, pembuat kebijakan. Poin terakhir menegaskan bahwa ketika kebijakan dibuat, guru hanya dianggap sebagai konsumen, target akhir dari sebuah kurikulum atau pelatihan, dan bukan sebagai partner untuk mengembangkan kualitas pendidikan.

Hmmmm, terdengar familiar?

Artikel di atas yang menarik cerita ini pada Bapak (ayah saya), keping ketiga.

Bapak (dan Ibu) adalah contoh nyata pengabdian di dunia pendidikan. Bapak, yang sudah pensiun beberapa tahun lalu, mulai mengajar sejak menamatkan pendidikan sarjana mudanya (yang temanya: didaktik kurikulum, whatever that is). Entah karena apa, saya juga tak berani bertanya, Bapak baru diangkat menjadi kepala sekolah jauh lebih terlambat dibanding dengan rekan-rekan seangkatannya. Padahal saya tahu pasti, Bapak adalah seorang guru berkualitas dengan kemampuan manajerial dan komunikasi yang tak kalah hebatnya. Bukan, bukan karena beliau ayah saya, karena saya pernah menjadi anak didiknya di kelas. Karena saya melihat Bapak didengarkan ketika berbicara, karena Bapak punya banyak gagasan dan ide untuk kemajuan dan semuanya terhambat karena Bapak dulu hanya guru sekolah biasa.

Dengan keterbatasan itu, Bapak setia mengabdi di dunia pendidikan. Bapak setia mengingatkan saya akan pentingnya pendidikan, Bapak tak pernah alpa mencontohkan bahwa dengan pendidikan, kita bisa membuka mata.

Tiga keping cerita itu menyatu: pendidikan adalah urusan bersama. Ini bukan melulu soal siswa, soal anak didik, tidak juga soal guru saja, dan tidak hanya menumpukan tanggung jawab pada pembuat kebijakan. Pendidikan adalah gabungan elemen banyak pihak, gabungan yang mensyaratkan bahwa kemajuan bersama bisa diraih bila kita bekerja bersama. Iuran bersama.

Kita harus berhenti menudingkan tangan, saatnya ikut iuran untuk pendidikan.

XOXO,

-Citra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun