Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pahlawan dari Sitoko

10 November 2014   19:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:09 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya Kamal. Saya lupa menanyakan dia kelas berapa. Perhatian saya tertuju padanya karena di antara sekumpulan murid-murid perempuan kelas 2 yang malu-malu berebutan mencium tangan saya, dia melihat saya dengan tatapannya yang jahil. Ketika saya mengajak mereka semua selfie, Kamal yang paling semangat, dia bahkan menirukan gaya dua jari saya.

Senyum dan antusiasmenya, juga keceriaan anak-anak lain, membuat saya lupa bahwa saya sedang berada di sebuah desa yang letaknya jauh di atas bukit, yang untuk mencapainya perlu waktu 1-1, 5 jam menyusuri jalan buruk dan berbatu dari jalan raya terdekat. Listrik belum lama mengaliri desa ini. Sinyal telepon pun timbul tenggelam. Masyarakatnya belum terlalu menggunakan uang, kebanyakan bertukar kebutuhan, beras ditukar sayur, hasil kebun ditukar ikan.

Hari itu hari Jumat. Meski sebenarnya hari Jumat adalah hari menggunakan seragam pramuka, ada beberapa anak yang menggunakan seragam merah putih, juga seragam lain. Ya, karena mereka tidak memiliki seragam pramuka. Jika hujan, air dan tanah menggenangi halaman kelas, membuat anak-anak harus datang bersandal atau bertelanjang kaki dan menenteng sepatu mereka. Sekolah ini hanya memiliki 6 ruangan, 5 untuk kelas dan 1 untuk ruang guru. Fasilitas lain apa yang mereka punya? Praktis tidak ada. Guru sekolah ini kebanyakan honorer, yang harus menempuh jarak dan medan sulit untuk bisa sampai ke sekolah.

Tapi lihat senyum mereka.

14155969201868421621
14155969201868421621


Sitoko, nama desanya. SDN 2 Pasir Haur, nama sekolahnya. Anda mungkin mengira desa dan sekolah ini berada jauh dari Jakarta, bahkan di luar Jawa. But no. Secara administratif Sitoko adalah bagian dari Kabupaten Lebak, Banten. Rangkasbitung, ibukota kabupaten, bisa dicapai kurang dari 2 jam dari Jakarta dengan menggunakan kereta api. Posisi menentukan prestasi, katanya. Namun posisinya yang juga "tak jauh" dari Jakarta, ibukota negara, tak lantas menjadikan Sitoko semaju sekolah-sekolah lainnya.

Ketika saya menceritakan mengenai Sitoko kepada ibu saya, beliau berkata, "Isih ana yo sekolah kahanane ngono, neng Jawa sisan (masih ada ya sekolah yang kondisinya begitu, padahal di Pulau Jawa)". Begitulah, Sitoko dan SDN 2 Pasir Haur hanyalah satu di antara sekian sekolah lain di Pulau Jawa yang kondisinya masih perlu banyak perhatian. Perhatian dalam arti sesungguhnya, tak melulu soal membangun fasilitas. Why? Karena anak-anak itu punya kemampuan dan mimpi yang sama tinggi dengan mereka yang kebetulan tinggal di daerah yang lebih baik, bersekolah di sekolah yang fasilitasnya lengkap. Saat saya tiba di sana, sekolah dan warga sedang bergembira karena salah satu muridnya, Wahid, untuk pertama kalinya lolos sebagai peserta Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) 2014 di Bogor. Wahid memang belum berhasil menyandang gelar, namun mengikuti konferensi tingkat nasional? Barangkali tidak terbayang sebelumnya di benak anak-anak Sitoko. Barangkali bagi mereka, Wahid adalah pahlawan. Pahlawan yang mengangkat harapan mereka, pahlawan yang juga sekaligus mengangkat nama Sitoko dan SDN 2 Pasir Haur.

Hari itu saya pulang membawa cerita. Cerita kepahlawanan. Guru-guru yang tetap setia memberikan tenaga dan pikiran mereka untuk anak-anak. Anak-anak yang tak memudar semangatnya meski tak mengenal kota. Pendar senyum dan keceriaan yang tak dipengaruhi terpencilnya desa mereka. Cerita harapan yang tak putus di tengah berbagai keterbatasan.

Hari ini Hari Pahlawan. Teristimewa, tulisan ini untuk para guru, pahlawan tanpa tanda jasa. Dan untuk saya, juga untuk anak-anak Sitoko, karena mereka telah membangkitkan harapan saya, menyadarkan saya bahwa menyerah bukanlah pilihan.

Selamat Hari Pahlawan, para guru dan anak-anak Sitoko!

XOXO,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun