Euh. Kepala saya langsung pusing kalau membaca sms atau tulisan “alay” semacam itu. Mesti mikir lama baru ngeh artinya.
Berbicara soal gaya anak sekolah jaman sekarang, yang pertama terbersit di kepala saya adalah bahasa alay ini. Dengan maraknya telepon genggam dan mudah serta murahnya tarif layanan komunikasi seluler, sms (atau BBM) menjadi mode komunikasi yang lebih dipilih dibandingkan telepon. Dan karena keterbatasan karakter untuk 1 sms yaitu 140 karakter, menyingkat kata-kata kemudian menjadi hal yang tidak terhindarkan, juga kebiasaan untuk bercakap-cakap dengan bahasa tulisan yang mereka mengerti sendiri.
Entah darimana asal muasal bahasa alay ini, tapi di jaman dulu saya SMP dan SMA (1998 – 2004), saya masih menggunakan singkatan-singkatan yang normal seperti ‘dmn’ untuk dimana atau ‘km’ untuk kamu. Penggunaan ‘q’ untuk menggantikan ‘ku’ di aku atau ‘ka’ di kamu belum populer saat itu, setidaknya untuk teman-teman kalangan sms saya. Dan saya juga tidak pernah menggunakannya. Terasa aneh bila dibaca.
Sekarang, banyak sekali anak SMP-SMA yang menggunakan bahasa alay dan singkatan yang terlalu berlebihan dalam berkomunikasi. Paling sering yang kita jumpai adalah seperti judul tulisan ini, kemudian mengganti ‘nya’ dengan ‘x’ (ini kok bisa begini saya juga bingung), misalnya ‘namanya’ menjadi ‘nmx’. Doh. Atau ‘eaaa’ untuk ‘ya/iya’, ‘ett/etths’ untuk ‘add’, ‘mu’um/mums’ untuk ‘makan’ dan sebagainya. Lainnya?Mengganti huruf dengan angka, cinta menjadi c1nt4 misalnya. Ya wajar sih kalau memang tujuannya menghemat karakter (ada yang malah tidak menyingkat), tapi setidaknya buatlah singkatan yang umum atau mudah dipahami bagi orang awam. Kadangkala saking hematnya (atau pelit ya?), menuliskan selamat ulang tahun di Facebook saja (yang batas karakternya tidak sesedikit SMS) harus “HBD WUATB” (alias happy birthday, wish you all the best). Jujur saya tersinggung kalau diberi ucapan seperti itu. Maksudnya mungkin baik, tapi mengucapkan sesuatu improperly bagi saya justru melecehkan penerimanya. Seolah yang mengirim hanya melihat sekilas bahwa kita berulang tahun dan supaya tidak terlihat cuek, sekedar tulis saja supaya cepat. Mending tidak usah mengucapkan selamat ulang tahun atau terlambat tapi diucapkan secara ‘proper’. Belum lagi nama yang dipasang di Facebook, misalnya UnyuunyuunyuunyuunyuunyuUnyuunyuunyutapigxmanja. Pusing nggak sih bacanya. Dan berbagai nama lain yang mungkin bagi mereka adalah nama gaul atau nama keren (tapi malah jadi susah kalau mau mencarinya dengan ‘search’). Jarang saya temui anak SMP-SMA yang 'dengan bangga' menggunakan nama aslinya di media sosial. Kalau maksudnya anonim, ya sekalian saja dengan nama yang palsu tapi terbaca (misalnya 'No Name').
Saya tidak anti dengan bahasa alay, tapi saya memang tidak menyukainya, apalagi bila digunakan untuk berkomunikasi dengan seseorang yang baru kita kenal atau dalam percakapan resmi, misalnya bertanya ke suatu badan institusi. Terkesan tidak menghargai yang diajak berbicara. Silakan kalau bahasa alay ini digunakan untuk kalangan teman-teman yang memang mengerti atau menggunakannya. Hanya ketika berhadapan dengan orang baru, mbok ya gunakan bahasa Indonesia yang baik (tidak harus selalu benar).
Bahasa itu kunci komunikasi, jadi pergunakan dengan bijak :)
-Citra *yang merasa tua karena sulit mengerti bahasa alay*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H