What other nations on earth could produce Jokowi and Barack Obama as their leaders? Only in Indonesia and America is that possible.
Salah satu poin dari opening remark yang disampaikan oleh Senator John McCain adalah persamaan penting antara Amerika Serikat/AS (USA) dan Indonesia. Dua negara demokrasi terbesar di dunia ini dalam proses pemilihan umumnya memang menghasilkan dua pemimpin outlier, singkatnya, berbeda. Obama, presiden berkulit hitam pertama di AS, dan Jokowi, si tukang blusukan yang juga berbeda.
(sebelum saya diserang dengan berbagai komentar politik tentang pemilihan presiden, jika Anda mengenal saya, Anda tahu bahwa saya 'tidak menulis tentang politik'. Jika Anda tidak mengenal saya, salam kenal, arsip tulisan saya bisa dirunut dan dibaca di Kompasiana ini)
Selasa, 12 Agustus kemarin, Senator John McCain (Arizona) dan Senator Sheldon Whitehouse (Rhode Island) diundang oleh Kedutaan Besar AS untuk sebuah acara diskusi dengan media dan masyarakat umum. Town hall discussion, tajuk acaranya. Pada dasarnya town hall discussion adalah acara terbuka di mana seorang pemimpin bertemu rakyatnya dalam bentuk yang informal, di mana rakyat bisa bertanya bebas kepada pemimpin mereka mengenai banyak hal. Bisa dibilang apa yang dilakukan Jokowi dengan 'lunch meeting' untuk memindahkan PKL di Solo adalah bentuk lepas dari town hall discussion.
Senator McCain bisa jadi lebih dikenal masyarakat dan media dibanding Senator Whitehouse (karena McCain pernah mencalonkan diri sebagai presiden AS), namun keduanya memiliki peran dan kebijakan yang berbeda, juga partai yang berbeda. McCain seorang Republikan, Whitehouse Demokrat. McCain banyak terlihat dalam kebijakan militer karena latar belakangnya yang juga militer, sedangkan Whitehouse banyak berkecimpung di permasalahan climate change.
Karena bincang-bincang santai, isu yang diangkat pun beragam. Gado-gado sekali. Saya sendiri penasaran dengan pandangan kedua senator ini tentang pendidikan, terlebih karena mereka tidak 'banyak aktif' di pendidikan, atau tentang visi Senator Whitehouse berkenaan dengan laut dan perubahan iklim, yang disebutnya juga merupakan kemiripan Indonesia dan daerah yang diwakilinya, Rhode Island.
Pada akhirnya memang saya tidak mendapat kesempatan bertanya.
Beberapa pertanyaan menarik yang saya catat di antaranya mengenai demokrasi di Indonesia dan kebijakan yang berhubungan dengan perubahan iklim.
Senator McCain menggarisbawahi bahwa serupa dengan di AS, proses demokrasi di Indonesia juga mengalami masalah yang sama, timbul perbedaan, 'perpecahan', hingga pertikaian. "Indeed, 15 years ago, serious people thought Indonesia would break apart", lima belas tahun lalu, ketika reformasi bergolak di Indonesia, beberapa orang berpikir bahwa kita akan hancur. Tapi lihatlah kita tahun ini, menyelenggarakan pesta demokrasi terbuka.
Senator Whitehouse juga menyinggung mengenai keterbukaan yang dipicu oleh anak-anak muda di seluruh dunia, didorong dengan perkembangan sosial media yang pesat. Tak bisa dipungkiri, pesta demokrasi kita kali ini begitu masif dengan kampanya di sosial media. Tak hanya soal keterbukaan, juga soal kreativitas dan kerelaan untuk berperan aktif dalam demokrasi. Tak lagi duduk diam mengutuk, melainkan turun, melihat, mengawasi. Senator Whitehouse menghimbau kita untuk tetap percaya diri, percaya dengan perkembangan kita mengawal demokrasi.