Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menikmati Hidup di Ibukota

27 Desember 2016   15:58 Diperbarui: 27 Desember 2016   16:05 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja di Jakarta memang penuh perjuangan. Kota metropolitan ini menawarkan banyak peluang dan kesempatan, namun sepaket dengan usaha dan niat. Jalanan makin padat, harga-harga meroket, ritme kehidupan bergerak cepat. Mereka yang mencari penghidupan di kota ini harus kuat: tabah dalam gerbong-gerbong sesak bagai arena Hunger Games, tegar dalam persaingan ketat dunia kerja, gesit dalam menghadapi perubahan yang seringkali datang tak diundang.

Bagi saya, ibukota menawarkan kehidupan yang dinamis. Di balik ruwetnya yang tentu tak diinginkan banyak penghuninya, Jakarta penuh pelajaran. Di balik hingar bingar percakapan dan sorotan mata penduduk Indonesia, Jakarta tetaplah kota yang mensyaratkan penduduknya untuk bertahan dan menikmati hidup dengan cara mereka sendiri.    

Saya,wong ndeso yang mengadu nasib di Jakarta ini, menikmati kehidupan di Jakarta dengan cara-cara yang (menurut saya) tak rumit.

Menjadwalkan hari-hari dan berteman dengan Rencana B, C, dan kawan-kawannya

img-20161111-104844-58622c2dbc22bd6507e3e124.jpg
img-20161111-104844-58622c2dbc22bd6507e3e124.jpg
Jakarta itu macet, sibuk, dinamis. Tiga hal tadi sudah cukup menjadi alasan bagi saya untuk “rajin” (diberi tanda kutip karena relatif) membuat rencana harian, mingguan, bulanan, dan triwulanan (uhuk, iyaaaa ini serius!) sehingga saya bisa melihat pola kegiatan saya serta bagaimana bermanuver di sela-selanya. Meski tak mendetail sampai ke jam-jam atau bahkan menit-menitnya, saya bisa membayangkan sesibuk apa saya minggu depan, bulan depan, tiga bulan lagi. Ini membantu saya untuk menyusun prioritas pekerjaan dan bagaimana Rencana B jika ini itu terjadi. Dinamis berarti siap dengan perubahan, berarti siap pula dengan Rencana B, C, dan seterusnya ketika Rencana A tak terlaksana. 

Misalnya ketika di bulan depan direncanakan ada seminar, tiba-tiba di H-2 minggu ada perubahan. Apakah pergeseran tanggalnya akan mengganggu pekerjaan yang lain? Atau sesederhana ada meeting jam 10 pagi, ternyata yang akan ditemui masih terjebak macet dan baru bisa diperkirakan sampai jam 11.30 padahal saya sudah sampai di tempat. Apakah saya bisa menunggu sambil bekerja, atau ada hal lain yang harus saya kerjakan di kantor sehingga saya harus kembali? Apakah lebih efektif menunggu saja dibanding bolak-balik ke kantor dan menghabiskan waktu di jalan? Pertanyaan ini akan terjawab dengan melihat jadwal. Hehehe.

Selain prioritas pekerjaan, penjadwalan juga membuat saya lebih mudah dalam melihat prioritas keluar sejenak dari Jakarta (ini nggak harus liburan yaaaa). Saya pikir salah satu cara untuk menikmati Jakarta dan bertahan di dalamnya adalah dengan sesekali meninggalkannya. Kapan ada long weekend? Wah bisa pulang, nih. Kapan bisa cuti agak panjang? Wah, bisa ke Indonesia Timur, nih (ini obsesi pribadi). Katanya mereka yang menanti-nanti liburan adalah orang yang tak menikmati pekerjaannya. I love my job and I enjoy my holiday as well!

Gunakan moda transportasi alternatif

Saya, yang tak memiliki kendaraan pribadi, menjadikan Transjakarta sebagai pilihan pertama untuk bepergian. Meski begitu, di sela-sela jadwal yang padat dan seringkali tak mengizinkan waktu tunggu, saya menggunakan altenatif lain seperti ojek online atau taksi. Selain memikirkan rute (yap, jalan tikus sering mempercepat!), pilihan moda transportasi memang menentukan jarak dan waktu tempuh. Saya bisa sampai ke Blok M dari Mampang dalam waktu 8 menit karena abang ojeknya tahu jalan tikus. Dengan moda transportasi lain belum tentu saya bisa sampai dalam setengah jam.

Bagi yang memiliki kendaraan pribadi, bepergian kemana-mana bisa jadi lebih fleksibel tanpa harus menggunakan moda transportasi lainnya. Meski begitu, banyak pula yang menggunakan moda transportasi alternatif seperti Transjakarta, ojek online, atau KRL karena alasan efisiensi waktu. Menembus jalan bebas hambatan dalam kota saat berangkat atau pulang kerja memang perlu kesabaran. Pernah saya baca di sebuah media luar negeri, dikatakan begini, “People pay to get stuck in tollway”. Orang-orang membayar (biaya jalan tol) untuk (tetap) bermacet-macetan di jalan raya.

Bicara Jakarta tentu tak lepas dari Transjakarta. Dan moda transportasi umum ini sekarang menggurita, koridor-koridornya sudah merambah ke berbagai area pinggiran Jakarta. Seorang teman yang biasanya menggunakan sepeda motor, kemarin dengan bangga bercerita bahwa dia berangkat dari Cibubur ke Jakarta menggunakan Transjakarta. Dengan menggunakan Transjakarta, dia bisa beristirahat dalam bus dan tidak kehujanan. Si teman juga bercerita dengan semangat karena sekarang banyak pilihan rute dari Halte UKI, bisa ke Kota, bisa ke Blok M, bisa ke Slipi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun