Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Jamak untuk Dibicarakan, Eksklusif untuk Diselesaikan"

16 September 2014   00:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:35 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada satu kalimat dari direktur saya pagi ini yang membuat saya mengangguk-angguk. Beliau berujar, "Pendidikan itu salah satu topik yang jamak dibicarakan, tapi eksklusif untuk diselesaikan".

Jamak untuk dibicarakan, eksklusif untuk diselesaikan.

Jika berdiskusi lebih panjang, banyak banget lho topik atau masalah yang masuk kategori ini. Masalah pendidikan memang yang terdekat dengan saya. Berapa banyak yang membicarakan tentang pendidikan, berapa banyak artikel muncul tentang kelemahan kurikulum baru, berapa banyak berujar mengenai kekurangan guru, berapa banyak diskusi mengenai mengubah ini itu demi pendidikan yang lebih baik. Banyak, pake banget. Tapi ketika kita disodorkan masalah seperti ini, ke mana tangan kita menunjuk?

Ya itu tugasnya dinas pendidikan, ya makanya Kementerian Pendidikan harus mengirim guru, ya pemerintah harusnya memberikan pelatihan dan fasilitas untuk guru.

Seakan-akan pendidikan itu urusannya pemerintah saja. Seakan-akan hanya pemerintah yang bisa menyelesaikan semuanya. Padahal kalau mau ikut iuran, kita bisa saja jadi guru sukarela di tempat terdekat sebagai solusi kekurangan guru. Kita bisa membuka rumah untuk belajar kreatif. Kita bisa mencolek dinas pendidikan untuk bergerak.

Contoh lain, soal banjir. Tak terhitung kan ya yang membicarakan soal banjir. Banyak pula yang mencela mengkritik pemerintah nggak becus mengurus kota dan sebagainya. Mengungkapkan pendapat tentu boleh, tapi persoalan banjir itu kan kompleks ya, bukan sekedar musim. Banjir sedikit banyak sebabnya karena pola hidup kita yang nyampah terus. Nah, kalau sudah begini, kerjaan mencegah banjir itu bukan kerjaan eksklusif pemerintah aja kan? Saya suka geli sendiri kalau ada yang berkoar-koar pemerintah nggak bisa mengatasi banjir, tapi dirinya buang sampah di trotoar dan sungai seenak hati. Banjir urusan bersama, sudah selayaknya jadi perhatian kita juga. Iuran uang kebersihan RT. Iuran nggak buang sampah sembarangan. Iuran hemat kantong plastik.

Intinya lebih ke: kita bisa iuran apa nih? (selain ngomong doang, maksudnya)

Ngomong-ngomong soal macet, yang jadi keluhan warga Jakarta di mana pun berada, apakah solusinya nunggu MRT jadi? Ruas Jalan Sudirman jadi macet berat karena bottleneck pengerjaan MRT. Apakah solusinya pemerintah menaikkan harga mobil dan pajaknya biar pada nggak mampu beli? Bisa jadi iya. Tapi kalau ditanya kita bisa iuran apa, bisa njawab nggak?

Saya sih iuran naik kendaraan umum dan jalan kaki sesekali.

Republik kita ini dibangun dengan iuran darah, tenaga, juga material; dan selayaknya juga untuk memajukan republik ini, kita iuran apa yang kita bisa.

Much love,

-Citra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun