Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ayo Memilih!

3 Juli 2014   23:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:36 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu kali ini adalah pemilu ketiga dalam sejarah hidup saya. Third time a charm, kata orang. Dan memang iya, baru di pemilu ketiga saya merasakan benar yang namanya gairah demokrasi.

Saya ingin dan akan memilih.

Di pemilu pertama, tahun 2004, saya masih kinyis-kinyis baru mendapat KTP, dan karena itu saya bahkan lupa apakah saya menggunakan hak pilih saya atau tidak. Seingat saya di masa itu saya belum lulus SMA, dan karena SMA saya berasrama, besar kemungkinan saya tidak pulang untuk nyoblos.

Pemilu kedua, tahun 2009, saya seorang penonton pasif, namun tetap memilih. Pemilu kedua saya alami di luar negeri, di mana kertas suara dikirimkan ke alamat masing-masing. Tidak perlu kemana-mana, coblos di rumah, kirim kembali. Rasanya juga masih biasa saja. Apalagi karena tinggal di luar negeri, saya tidak terpapar dengan baliho, poster, spanduk yang terpasang di mana-mana sekaligus siaran televisi yang isinya itu melulu.

Oke, pemilu pertama ke pemilu kedua bisa dilihat perbedaannya. Dari mulai tidak ingat, lalu memilih dengan rasa biasa saja.

Pemilu ketiga, tahun ini, saya sudah pulang. Saya sudah kembali ke Indonesia sejak tahun lalu, dan saya tidak bisa memalingkan muka dari fenomena pesta demokrasi ini. Tidak di kota, di desa, di banyak tempat yang saya singgahi selama beberapa bulan jalan-jalan, semuanya berkondisi sama: jalan berhias atribut kampanye. Nonton televisi, isinya iklan partai. Ke warung kopi, pasti ada saja yang membicarakan pemilu (waktu itu pileg, sekarang pilpres).

Lalu sejak masa menjelang pileg, mulailah saya mengedukasi diri sendiri dengan peta perpolitikan Indonesia. Nggak, kegiatannya nggak seelit bahasanya. Saya hanya mencari tahu latar belakang, rekam jejak, visi misi, berita para calon wakil rakyat yang akan saya pilih. Semakin mencari tahu, semakin saya tidak ingin tidak memilih. Alasannya sederhana: saya punya kesempatan untuk memilih ‘masa depan’, dan mengapa menyia-nyiakan kesempatan ini?

Ketika pileg berlangsung, saya sedang di rumah. Keluarga saya lengkap di rumah, dan kami ke TPS bersama, melakukan tugas kami sebagai warga negara. Perkara siapa memilih siapa, biarlah itu menjadi tanggung jawab masing-masing.

Pileg berlalu, tibalah masa pilpres. Terpaparlah saya dengan panasnya fenomena lima tahunan ini. Di Twitter, semua membicarakan pilpres. Di Facebook, juga sama, meski intensitasnya tidak setinggi di Twitter. Teman, rekan kerja, keluarga, hingga orang-orang tidak dikenal di dunia maya yang bersinggungan dengan saya membicaraan pilpres. Panasnya tak terkira, banyak yang berdebat di sana sini. Banyak yang menjadi musuh karena berbeda pilihan. Banyak yang ikut menyebar rumor belum tentu benar untuk mendukung pasangan idolanya. Pembicaraan dengan Bapak dan Ibu juga ada yang menyinggung pilpres, “Gimana, ndhuk? Kamu milih siapa? Ikut bosmu?” tanya Bapak suatu ketika, merujuk pada Pak Anies Baswedan, yang disebutnya sebagai “bos” saya. Saya sengaja membelokkan jawaban sambil tertawa, “Pak, Pak Anies itu sudah nggak di Indonesia Mengajar, bosku namanya Pak Hikmat.”

Prinsip saya masih sama.

Saya ingin dan akan memilih.

Kali ini dengan semangat yang lebih tinggi. Baru di pemilu ketiga yang saya ikuti ini.

Saya sudah lebih melek dengan kondisi politik Indonesia, saya sudah ada di tanah air for real, saya punya harapan-harapan dan juga ketakutan-ketakutan yang ada di depan mata. Because I live here now, siapa yang akan saya pilih menentukan akan jadi apa Indonesia lima tahun yang akan datang. Ketika di luar negeri saya tahu saya kurang peduli karena apa yang terjadi di Indonesia mungkin tidak berpengaruh besar pada saya secara langsung.

Alasan yang konyol? Terserah orang mau bilang apa. Yang pasti, di pemilu kali ini, saya memilih dengan motivasi dan semangat yang jauh berbeda dengan dua pemilu sebelumnya.

Sekalinya berhadapan dengan situasi seperti ini, dengan keinginan saya untuk memilih, saya ada di Jakarta. Sementara banyak teman yang malas memilih karena harus mengurus ini dan itu, saya kekeuh, saya harus bisa memilih kali ini. Daripada menuruti informasi simpang siur di dunia maya mengenai intrik mengurus pindah TPS, saya akhirnya meluangkan waktu untuk pergi ke kelurahan setempat, menemui staf PPS, mencari informasi. Rela, saya rela untuk ‘bersusah-susah’ untuk mendapatkan kesempatan memilih.

Prosedur pindah TPS ini sebenarnya mudah, ada SOP, sayangnya memang kurang sosialisasi. Hingga tanggal 29 Juni, formulir pindah TPS yaitu form A5, bisa diurus di PPS tujuan. Karena tenggat waktu 29 Juni sudah lewat, maka saya harus mengurus form A5 di PPS asal. Tidak harus datang langsung, bisa diwakilkan oleh anggota keluarga dengan membawa KK. Dengan bantuan Ibu, saya pun bisa mendapatkan form A5, dikirim dari rumah. Form ini kemudian nantinya diserahkan ke PPS kelurahan setempat beserta fotokopi KTP untuk didata dan dirujuk ke TPS mana.

Just like that. Nggak susah, kalau mau meluangkan waktu sedikit. Nggak juga ribet, seperti yang banyak dibicarakan orang. Kalaupun memang ribet, saya juga tidak akan menyerah begitu saja untuk bisa memilih. Saya senang melalui ‘keribetan’ itu. Because I want to use my right to vote.

Saya ingin dan akan memilih.

Mari merayakan pesta demokrasi!

XOXO,

-Citra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun