Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kurasi: Lima Buku Relevan di Masa Pandemi (Bagian 1)

2 April 2020   21:06 Diperbarui: 3 April 2020   01:05 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejauhan? Hal sederhana lainnya adalah maraknya antiseptik tangan DIY (buat sendiri). Meski bertebaran banyak resepnya di internet, orang sering lupa bahwa produk yang digunakan di tubuh dan kulit itu tidak bisa sembarangan dibuat. Efektivitas antiseptik juga bergantung pada konsentrasi alkohol yang cukup.

Belum lagi soal obat ABCD dan jamu-jamuan lainnya, yang justru membuat masyarakat menjadi panik membeli yang berdampak pada berkurangnya suplai dan mendorong harganya meroket.

Buku Nichols ini memang banyak membahas masalah di dunia akademis juga, karena sematan "ahli" juga muncul dari pendidikan dan pengalaman. Meski demikian, membacanya membuat saya tersadar untuk banyak berhati-hati dalam memahami informasi, dan tak bernafsu untuk segera menyebarnya. Maklum, di era content is king, semua berlomba menjadi yang pertama.

Baca di: Scribd (bisa berlangganan gratis sebulan)

The Death of Truth -- Michiko Kakutani

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Mirip judulnya dengan buku sebelumnya, The Death of Truth lebih fokus lagi pada satu sosok di AS, yaitu Trump. Kikutani memang terkesan bitter (apa ya padanan bahasa Indonesianya? Jengkel? Muak?) dengan Trump; dan bukunya sendiri menggarisbawahi betapa hoaks, berita tak benar, klaim sepihak; bisa dipercaya orang bahkan yang mereka yang cukup rasional.

Kikutani mengamati bahwa era saat ini, di mana sesuatu yang bahkan sama sekali tidak benar bisa dipercayai banyak orang, sudah dimulai sejak sepuluh tahun lalu. 

Perspektif kebablasan ini, menurutnya, muncul dari mereka yang punya intensi atau kebiasaan untuk "menantang" segala sesuatu; bahkan untuk hal-hal yang sifatnya fakta (contoh paling sederhana: bumi itu bulat, tapi banyak juga yang percaya bumi itu datar). 

Lagi, ketidaktahuan atau pengetahuan yang sedikit juga sebenarnya bukan "dosa", namun orang-orang "jahat" bisa memanfaatkan celah ini untuk terus membanjiri kita dengan informasi yang tidak benar sehingga lama-kelamaan kita mulai terpesona juga dengan konspirasi. Contoh yang diambil Kikutani adalah serangan bot dan banjir hoaks dari Rusia yang kemudian menjadikan Trump presiden (dan Trump tidak peduli dengan hoaks atau tidak, ia lebih fokus pada jabatannya).

Yang kemudian juga dicatat Kikutani adalah tren "mempersenjatai" (weaponise). Selain mengarang indah (alias memproduksi hoaks), seruan untuk beraksi (call to action) seperti yang dicontohkan Trump dengan "bangun tembok (pembatas)!" membuat banyak orang AS yang mengungkapkan kebencian mereka pada perbedaan secara terang-terangan.

Jika The Death of Expertise mengingatkan kita akan informasi, The Death of Truth memberikan kita ruang untuk sejenak diam dan mencerna, saat banyak seruan dan kemarahan di luar sana yang kita sendiri belum yakin dengan kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun