Korea Utara dan Korea Selatan merupakan dua negara bertetangga di kawasan Asia Timur yang terletak di semenanjung Korea.
Pasca terjadinya Perang Korea pada tahun 1953 yang memisahkan wilayah Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selatan, hubungan kedua negara tidak harmonis, hal ini dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara Korea Utara dengan ideologi sosialis atau Ideologi Juche  dengan Korea Selatan dengan  ideologi demokrasi liberal. Perbedaan kepentingan dan ideologi masing -- masing negara menimbulkan hubungan rumit yang mudah terprovokasi sehingga memengaruhi dinamika kestabilan keamanan kawasan di Semenanjung Korea, termasuk di dalamnya terdapat ancaman terhadap kepentingan kedua negara.
Secara historis, pertemuan antara pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan terhitung sejak perang Korea tahun 1953 adalah dua kali, yakni pada tahun 2000 dan 2007.
Kemudian, untuk ketiga kalinya, terjadi peristiwa historis kembali diantara pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan pada tahun 2018.
Tentunya, dengan didasarkan pada latar belakang hubungan yang tidak harmonis diantara kedua negara dan sedikitnya intensitas pertemuan antar-pemimpin kedua negara maka disetiap pertemuan memiliki urgensi yang mendesak, tidak terkecuali pertemuan ketiga ini.
Pertemuan Ketiga Pemimpin antar-Korea
Pada hari Jumat, pukul 9:30 pagi, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melewati garis demarkasi militer untuk melakukan pertemuan puncak pertama di Rumah Perdamaian Panmunjom, diantara Korea Utara dan Korea Selatan.
Pertemuan ini merupakan pertemuan ketiga kali sejak terjadinya Perang Korea tahun 1953 dan pertama kalinya pertemuan dilakukan di Korea Selatan (Aljazeera and New Agencies, 2018). Sebelumnya, pertemuan dua pertemuan Utara-Selatan oleh Kim Jong Il bertemu dengan Presiden Roh Moo-hyun di tahun 2007 dan Presiden Kim Dae Jung di tahun 2000, di Pyeongyang, Korea Utara (Meixler, 2018).
KTT inter-Korea ketiga dihadiri oleh Korea Utara dan Korea Selatan, dari pihak Korea Utara didampingi oleh sembilan pejabat termasuk di dalamnya adik Kim Joung Un yakni Kim Yo Jong, Kepala Negara Seremonial Kim Yong Nam, Â Mantan Kepala Intelijen Kim Yong-Chol, Kepala Panel Olahraga Choe Hwi, Â Anggota Politburo Korut Ri Su-Yong, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Rakyat Korea Ri Myong-Su, Menteri Pertahanan Pak Yong-sik, Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho dan Pimpinan Pejabat Reunifikasi Kedua Negara Ri Son-gwon. Sedangkan, dari pihak Korea Selatan didampingi oleh tujuh pejabat termasuk di dalamnya Penasihat Keamanan Nasional Chung Eui-yong, Direktur Badan Intelijen Nasional Korsel Suh Hoon, Menteri Unifikasi Cho Myoung-gyon, Kepala Staf Kepresidenan Im Jong-seok, Menteri Pertahanan Song Young-moo, Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha dan Jeong Kyong-doo Kepala Staf Gabungan Korsel (Santi, 2018).
Pertemuan ini merupakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Inter-Korea. Agenda Utama KTT ketiga ini yakni upaya memastikan langsung oleh Korea Selatan terhadap perlucutan senjata nuklir Korea Utara, serta mengupayakan terciptanya suasana kondusif terkait KTT Amerika Serikat dan Korea Utara mengenai denuklirisasi sehingga dapat menghasilkan langkah konkret. Adapun diplomasi bilateral ini menghasilkan sejumlah kesepakatan, yaitu: pertama, Korea Selatan dan Korea Utara akan meningkatkan hubungan demi kesejahteraan bersama dan bersatu kembali secara mandiri; kedua, Korea Selatan dan Korea Utara akan bekerja sama mengurangi ketegangan militer; dan ketiga, Korea Selatan dan Korea Utara akan bekerja sama mewujudkan perdamaian abadi Semenanjung Korea (Muhamad, 2018). Adapun agenda dan motif keamanan (nuklir Korea) pada pelaksanaan KTT inter-Korea ketiga berbeda dengan dua KTT inter-Korea sebelumnya yang didasarkan pada motif Ekonomi.