Mohon tunggu...
Citra Ayu Deswina Maharani
Citra Ayu Deswina Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

NAMA : Citra Ayu Deswina Maharani NIM : 2108016096

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Problematika Eksekusi Putusan dalam Pengadilan Agama di Indonesia

29 September 2023   07:10 Diperbarui: 29 September 2023   20:42 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Citra Ayu Deswina Maharani (2108016096)

Melangkah ke Depan : Peninjauan Kembali Eksekusi Putusan dalam Pengadilan Agama di Indonesia.

Pengadilan Agama adalah peradilan yang berwenang memeriksa berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan. Kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama meliputi Perkawinan, Waris, Wasiat, Infaq, Zakat, Shodaqoh, Hibah, Wakaf dan Ekonomi syariah.

Permasalahan dalam Pengadilan Agama yang sampai saat ini masih terus diperbincangkan baik oleh kalangan praktisi (internal pengadilan maupun akademisi) dan penegak hukum lainnya ialah mengenai Eksekusi Putusan dalam Pengadilan Agama. Pengadilan Agama sudah melakukan eksekusi putusan pengadilan sejak adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan eksekusi yang biasanya dilakukan dalam Pengadilan Agama ialah Eksekusi Riil dan Eksekusi Pembayaran Uang. Eksekusi Putusan dalam pengadilan agama sendiri berdasar kepada Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. dalam Surat An-Nisa ayat 135, yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan..........................". Hal ini bermakna bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar setiap orang beriman apalagi aparat peradilan agama agar benar-benar menegakkan keadilan termasuk memberikan hak dan kewajiban kepada siapa yang berhak menerimanya.

Problematika Eksekusi Putusan dalam Pengadilan Agama di Indonesia yang sering diperbincangkan meliputi 2 (dua) hal. Pertama, Eksekusi Putusan Dalam Pengadilan Agama Masih Mengacu Pada Ketentuan Dalam HIR/R.Bg. Hal ini kemudian menjadi permasalahan karena ketentuan dalam HIR/R.Bg telah berlaku sejak zaman Belanda dan sampai sekarang belum pernah direvisi sehingga pasti banyak aspek yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan sebuah pelaksanaan putusan secara cepat, efektif dan efisien. Misalnya, dalam hal pelaksanaan putusan mengenai pembayaran nafkah yang hanya mengacu pada ketentuan eksekusi pembayaran sejumlah uang (executorial verkoop) yang berakibat seringnya nilai objek eksekusi tidak sebanding dengan biaya eksekusi. Selain itu, mekanisme eksekusi dalam putusan mengenai hak asuh anak (hadhanah) yang sudah tidak lagi relevan jika menerapkan model eksekusi riil yang diatur dalam HIR/R.Bg karena eksekusi riil ini menyebabkan seseorang anak sebagai objek hukum bukan subjek hukum yang memiliki hak-hak asasi yang wajib dilindungi. Kedua, permasalahan mengenai ketidakamanan pelaksanaan Eksekusi Putusan yang muncul karena adanya keberatan dan rasa tidak puas dari salah satu pihak sehingga sering ditemui ancaman-ancaman serius terhadap aparatur peradilan yang melaksanakan tugas eksekusi. Ketidakpuasan dari salah satu pihak inilah yang menghambat jalannya eksekusi putusan. Selain itu, protokol pengamanan eksekusi antara Pengadilan Agama dengan pihak kepolisian juga belum terlaksana secara terpadu/tertata yang artinya masing-masing pihak masih menerapkan pola pengamanan yang berbeda satu sama lain.

Jika Eksekusi Putusan tidak dijalankan dengan baik, maka putusan hanya akan menjadi kumpulan kertas yang tidak bermakna apa-apa karena tidak dilakukannya eksekusi putusan yang sudah diperjuangkan oleh para pihak yang berperkara. Karena itu, muncul pernyataan dalam masyarakat yang menyatakan bahwa "Putusan sebagai mahkota hakim, sedangkan eksekusi adalah mahkota pengadilan". Saya pun setuju dengan pernyataan tersebut karena jika seorang Hakim terlambat memberikan sebuah putusan merupakan bentuk ketidakadilan (justice delayed justice denied), maka terlambat mengeksekusi juga merupakan bentuk lain dari ketidakadilan (execution delay justice denied). Karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah dalam  Eksekusi Putusan dalam Pengadilan Agama.

Dalam hal permasalahan Eksekusi Putusan dalam Pengadilan Agama yang masih mengacu Pada Ketentuan dalam HIR/R.Bg dan belum pernah direvisi sampai sekarang, upaya yang pemerintah dapat laksanakan ialah melakukan peninjauan ulang secara menyeluruh terhadap HIR/R.Bg dengan melibatkan pakar hukum, hakim dan stakeholder yang terkait. Dalam peninjauan ini, perlu ditemukan ketentuan-ketentuan yang sudah tidak relevan yang kemudian ketentuan tersebut akan direvisi/digantikan dengan ketentuan yang lebih sesuai sesuai dengan kebutuhan saat ini. Ketentuan yang telah direvisi tersebut harus mencakup mekanisme eksekusi putusan yang lebih efisien dan berfokus pada perlindungan hak-hak asasi manusia. Misalnya, anak yang sebelumnya dianggap sebuah objek hukum harus diubah menjadi subjek hukum sehingga nantinya anak juga memiliki hak-hak asasi yang wajib dilindungi dalam ketentuan yang baru ini. Lalu, untuk menangani permasalahan mengenai ketidakamanan pelaksanaan Eksekusi Putusan yang muncul karena adanya keberatan dan rasa tidak puas dari salah satu pihak dapat dilakukan peningkatan keamanan selama pelaksanaan eksekusi putusan termasuk pengawalan yang lebih ketat dan perlindungan bagi aparatur peradilan yang terlibat dalam eksekusi. Para penegak hukum juga harus memastikan penegakan hukuman yang tegas bagi pelaku ancaman terhadap aparatur peradilan sehingga pelaku mendapatkan efek jera dan mencegah insiden serupa di masa depan. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan jika pola pengamanan eksekusi putusan antara Pengadilan Agama dan Pihak Kepolisian berbeda satu sama lain. Maka dari itu, perlu ada kerja sama antara Pengadilan Agama dan Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk membuat protokol pola pengamanan pelaksanaan eksekusi putusan. Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia harus berperan aktif dengan menyampaikan gagasan-gagasannya dalam protokol pola pengamanan pelaksanaan eksekusi putusan, begitupula dengan pihak dari Pengadilan Agama. Karena itu, dapat lahir protokol pengamanan pelaksanaan eksekusi putusan yang terpadu/tertata dan mencakup langkah-langkah yang jelas bagi para pihak serta terstandarisasi untuk mengamankan proses eksekusi putusan di pengadilan agama. Dengan demikian, adanya kerjasama yang baik antara Pengadilan Agama dan Pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memperlancar eksekusi putusan dalam Pengadilan Agama.

Refrensi

Buku
Dr. Sudirman L, M.H., 2021, HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA, IPN Press : Parepare.

Jurnal
Abdul Rasyid & Tiska Andita Putri, KEWENANGAN LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH, Volume 12, Edisi 2, Agustus 2019, Jurnal Yudisial : Fakultas Humaniora Jurusan Business Law Universitas Bina Nusantara Kampus Kijang , http://dx.doi.org/10.29123/jy.v12i2 .256.

Aturan
Lihat Pasal 197 HIR/208 RBg.
Lihat Pasal 200 (11) HIR/218 (2) RBg.
Lihat Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun