Penundaan keberangkatan ke Malaysia pun akhirnya tersebar, banyak yang bertanya padaku "kenapa gak jadi ?" atau sekedar " loh kok masih disini, katanya ke Malaysia". Beberapa pertanyaan aku jawab sedang  pertanyaan yang berubah menjadi hinaan bagiku cukup hanya dengan seulas senyum. Dan ketujuh teman lainnya merasakan hal yang sama.Â
Ibu selalu menguatkan aku, beliaulah yang membuat aku tenang melalui ini semua. " Kalau berangkat itu pasti rejeki dan Allah pasti sudah siapkan segalanya buat mbak. kalo bukan rejeki, kalo gak ya bukan rejeki, nah kalo mbak lolos kan berarti rejekinya mbak, kalo ditunda berarti Allah punya rencana lain. Semua tergantung usaha mbak dan doanya. Ibuk yakin mbak pasti berangkat. Allah yang ngatur."Â
"Mbak minta doanya ya bu"
"Ya pasti ibuk doakan, mulai mbak daftar itu ibuk sudah doakan mbak, sudah yang sabar, pasti Allah punya rencana"
Aku memang berharap lebih terhadap program ini, aku pernah bermimpi tentang pergi ke luar negeri dengan beasiswa. Aku berusaha mendaftar dimanapun yang ada beasiswa ke luar negeri.
Aku membuat list 100 jejak tentu saja terinspirasi dari Danang sang pembuat jejak. Aku merasa dengan lolosnya aku ketika seleksi, satu jejak akan segera terbuat, satu mimpi akan segera terwujud dan satu list akan segera tercoret.
Aku memang bukan dari keluarga berada, namun mimpi adalah milik semua orang yang berani, karena bermimpi bukan tentang seberapa kaya atau miskinnya diri kita melainkan seberapa besar usaha kita untuk mewujudkan cita-cita kita. Manusia hanya merencanakan, Allah yang menentukan, kita juga tidak pernah tau doa  yang mana yang Allah kabulkan untuk kita. Maka berbekal itu, aku semakin yakin saja.Â
September 2018, Mimpi itu sebatas asa ?.
bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H