Mohon tunggu...
Citra Amiratia
Citra Amiratia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, FIKOM Universitas Pamulang

Saya Citra Amiratia, mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi, Hobi saya menonton film dan mendengarkan musik dan saya bercita-cita menjadi Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gen Z: Inklusif dan Progresif dalam Memahami Gender dan Seksualitas

25 Desember 2024   22:51 Diperbarui: 25 Desember 2024   22:51 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simbol Gender (Sumber: https://smasantuklauswerang.sch.id/read/88/memperjuangkan-kesetaraan-gender)

Generasi Z, atau yang biasa disebut Gen Z, adalah kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh di era digital yang memberikan akses luas ke informasi dan perubahan sosial. Hal ini menjadikan Gen Z lebih terbuka terhadap isu-isu seperti gender dan seksualitas. Pandangan mereka dipengaruhi oleh munculnya gerakan sosial seperti LGBTQIA+, feminisme gelombang keempat, dan konsep gender fluidity. Bagi Gen Z, gender tidak lagi dipandang hanya sebagai laki-laki dan perempuan, melainkan sebagai spektrum identitas yang lebih luas. Artikel ini akan membahas bagaimana Gen Z memahami gender dan seksualitas, serta faktor-faktor yang membentuk pandangan mereka.

Generasi Z memiliki pemahaman yang lebih inklusif dan progresif tentang gender dan seksualitas dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka cenderung memandang gender sebagai spektrum yang luas, bukan sekadar kategori biner laki-laki dan perempuan. Menurut penelitian dalam e-journal Unisba Blitar, Generasi Z menganggap bahwa seksualitas dan identitas gender adalah hal yang bisa dieksplorasi dan berubah seiring waktu, yang memungkinkan mereka untuk lebih menerima konsep-konsep seperti gender non-biner dan fluiditas gender. Hal ini mencerminkan perubahan besar dalam cara pandang mereka terhadap norma sosial yang ada, terutama di era digital yang memperkenalkan berbagai perspektif baru mengenai identitas seksual dan gender.

Pandangan Generasi Z terhadap gender dan seksualitas dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait. Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk pandangan mereka, dengan platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter yang menyediakan ruang untuk diskusi terbuka mengenai isu gender dan seksualitas. Melalui media sosial, Gen Z dapat terhubung dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, mendapatkan perspektif baru, dan mengidentifikasi diri mereka dalam berbagai spektrum gender. Selain itu, pendidikan yang lebih inklusif tentang gende dan seksualitas di sekolah-sekolah semakin memengaruhi cara berpikir mereka, memungkinkan mereka untuk memahami dan menghargai keberagaman identitas. Keluarga dan teman sebaya juga turut mempengaruhi sikap mereka, meskipun Gen Z cenderung lebih terbuka dan progresif dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Pandangan Generasi Z terhadap tradisi dan warisan budaya menunjukkan pergeseran signifikan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Sebagai digital native, Gen Z memiliki akses mudah ke informasi dari seluruh dunia melalui internet dan media sosial, yang memungkinkan mereka untuk mengenal dan mengadopsi budaya asing. Hal ini berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih terbatas dalam akses informasi dan lebih terfokus pada budaya lokal. Teknologi menjadi faktor pembeda lainnya, karena Gen Z cenderung lebih tertarik untuk mengeksplorasi budaya baru melalui penggunaan teknologi secara otentik, sementara generasi sebelumnya lebih mengandalkan pengalaman langsung dan interaksi fisik untuk memahami budaya. Meskipun demikian, Generasi Z tetap memiliki kepedulian terhadap pelestarian budaya lokal. Mereka menggunakan platform digital untuk mempromosikan dan melestarikan warisan budaya mereka, menunjukkan bahwa meskipun terpapar budaya global, mereka tetap menjaga dan menghargai tradisi dan warisan budaya lokal.

Generasi Z menghadapi beberapa tantangan dalam melestarikan tradisi dan warisan budaya, salah satunya adalah kurangnya minat terhadap kebudayaan lokal. Sebagai generasi yang sangat terpapar budaya global melalui media sosial dan internet, mereka sering kali lebih tertarik pada tren global daripada kebudayaan tradisional mereka sendiri. Hal ini mengakibatkan budaya lokal dianggap kurang relevan atau ketinggalan zaman. Fenomena ini semakin diperburuk dengan adanya globalisasi, yang membawa perubahan pola hidup yang lebih modern dan praktis, di mana kebudayaan baru yang lebih sesuai dengan gaya hidup mereka lebih diminati. Akibatnya, banyak tradisi dan warisan budaya lokal yang terlupakan atau terabaikan. Di sisi lain, kurangnya dokumentasi digital juga menjadi tantangan besar dalam pelestarian budaya. Banyak warisan budaya yang belum terdigitalisasi, membuatnya rentan hilang seiring berjalannya waktu. Mengingat Generasi Z sangat akrab dengan teknologi, mereka memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah ini dengan mendokumentasikan dan mempromosikan budaya mereka melalui platform digital.

Generasi Z menunjukkan sikap yang lebih inklusif dan progresif terhadap isu gender dan seksualitas, seiring dengan peran teknologi dan media sosial yang memberikan mereka ruang untuk mengeksplorasi berbagai identitas. Mereka memiliki pemahaman yang lebih terbuka tentang gender sebagai spektrum dan seksualitas yang fluid, serta cenderung mengadopsi pandangan yang lebih egaliter dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Meskipun terpapar budaya global, mereka tetap menunjukkan minat dalam melestarikan tradisi dan warisan budaya lokal. Tantangan utama yang dihadapi Gen Z dalam hal ini adalah kurangnya minat terhadap kebudayaan lokal dan dampak dari globalisasi yang seringkali menggeser perhatian mereka ke budaya asing yang lebih modern. Selain itu, kurangnya dokumentasi digital menjadi hambatan dalam pelestarian budaya, meskipun teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk memperkenalkan dan mempromosikan kebudayaan lokal. Dengan adanya perubahan pola pikir ini, Generasi Z memiliki potensi untuk mengatasi tantangan yang ada, namun tetap membutuhkan kesadaran dan upaya aktif untuk menjaga keseimbangan antara kebudayaan tradisional dan global.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun