Di tahun 2019 mulainya Covid-19 melanda hampir semua Negara di dunia, termasuk di Indonesia. Wabah/virus tersebut mulai terdeteksi di Indonesia pada maret 2019, jumlah penderita hampir mencapai sekitar 1,6 juta orang dengan korban meninggal dunia hampir sekitar 45 ribu jiwa yang ada di Indonesia. Begitu berbahaya nya virus tersebut, banyak serangan dan dampak yang ditimbulkan akibat wabah ini selain banyaknya yang terpapar hingga meninggal dunia belum lagi masalah ekonomi serta banyak orang yang di Putus Hubungan Kerja(PHK) akibat tidak mampunya perusahaan menggaji karyawannya. Ekonomi waktu itu merosot drastic, banyak pekerjaan yang dilakukan dirumah karna untuk keluar adalah sesuatu yang boomerang baik pada diri dan keluarga.
Beda halnya dengan profesi jurnalis bak wartawan melawan ganasnya virus tersebut. Semenjak munculnya wabah tersebut semua anak-anak diliburkan sekolah, semua perguruan tinggi terpaksa tutup kampus dan belajar secara online atau Dalam Jaringan(Daring). Waktu itu keluar memang sangat membahayakan, namun seorang jurnalis tentu keadaan tersebut merupakan bahan yang sangat menarik untuk dilaporkan. Berita-berita tentang penyakit tersebut dengan berbagai aspek mampu menarik perhatian publik/audiens karna disisi lain, media mempunyai peran sangat penting dan strategis dalam upayan penanganan pandemi serta mengabarkan berita terkini.
Ditahun yang sama(2019) tahun tersebut bagi keluarga saya adalah tahun terberat untuk melepaskan saya untuk menjalankan sebuah tugas yang mulia, aku berasal dari pulau(Gili) terpencil dan terpadat di Nusa Tenggara Barat(NTB) Luas pulauku sekitar 11 Hektare dan penduduknya ditahun 2022 ini berjumlah sekitar sekitar 2.105 jiwa, data ini aku dapatkan di Dinas Kependudukan Catatan Sipil(Dukcapil) Kabupaten Lombok Timur.
Menuju ke pusat kota untuk liputan, aku perlu ngontrak rumah karna jarak rumah dengan pusat kota kisaran 19,0 km. Hal itu pula yang membuat rasa berat hati seorang keluarga untuk melepas anaknya untuk bekerja jauh dari rumah. Sama halnya seperti pekerjaan yang lain, saya tidak diizinkan untuk keluar rumah dalam keadaan darurat wabah tersebut, apalagi pemberitaan dimedia Tv Nasional yang selalu muncul dilayar siaran tv, hal itu membuat para keluarga untuk menyarankan untuk kerja melalui rumah dulu, dilema hampir menghantuiku. Sebagai anak yang tidak ingin kekhawatiran dalam keluarga terjadi, saya memutuskan untuk kerja melalui rumah selama dua minggu, waktu itu berat sekali redakturku untuk mengizinkan hingga pada akhirnya ia memberikanku keringan dan kuota selama dirumah untuk memudahkan pekerjaan saya. Hanya batas dua minggu, dalam dua minggu itu saya gunakan untuk  mengedit berita yang saya dapatkan dari siaran pers pemerintah setempat lalu mengirimnya via email.Â
Sebenarnya bisa saja saya liputan didesa sendiri dan disekitar rumah untuk melihat perkembangan wabah disekitar, namun keluarpun susah, meski untuk berbicara dengan tetangga sekalipun tetap harus waspada karna kita tidak tahu yang bersangkutan pernah menjalin kontak dengan yang reaktif atau bisa jadi tetangga juga khawatir untuk sekedar berbicara dengan diri kita karna benar-benar kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan, disitu saya merasakan pentingnya sebuat kuota internet atau Indihome dan sebangsa itu serta sinyal, kebetulan saya menggunakan kartu Internet Telkomsel karna akses sinyal didesa saya begitu lancar untuk mengetahui perkembangan diluar rumah dan sejauh mana perkembangan dari wabah tersebut.
Saya tidak bisa membayangkan pada saat itu, ditengah gentingnya kondisi wabah lalu tidak adanya internet untuk menunjang informasi-informasi terkini dan berita yang harus dimunclkan ke publik, situasi tersebut benar-benar saya rasakan manfaat dari adanya kuota internet ditengah pekerjaan yang semestinya harus keluar rumah demi memperoleh informasi akurat untuk dijadikan sebuah berita.Â
Dua minggu telah berakhir, mau tidak mau suka tidak suka kondisi yang beresiko tinggi untuk terpapar karna bertemu dengan banyak narasumber. Namun, ditengah situasi pandemi tersebut, jurnalis ditantang untuk menjalankan perannya sebagai penyaji informasi yang terverifikasi dari sumber-sumber yang kredibel sehinngga dapat menjadi rujukan bagi pembaca sebagaiman diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, harus menjalankan fungsi sebagai penyebar informasi, media pendidikam, hiburan, kontrol sosial dan corongnya rakyat.Â
Apalagi di tengah pandemic, pasti maraknya penyebaran hoaks dan disinformasi, khususnya melalui media sosial sehingga media pers dan jurnalis diharapkan mampu mengecek kebenaran dan disitulah infodemi muncul, apalagi saya bekerja dimedia online, pemberitannya tidak memakan waktu berjam untuk sampai ke ponsel pembaca, ditengah canggihnya teknologi, berita mudah didapatkan hanya dengan searcing jika memiliki internet, namun perlu untuk kita ketahui, pikiran dipengaruhi oleh apa yang kita lihat dan yang kita baca, sehingga masyarakat diharuskan jelly memilih portal yang akan ia baca.
Dalam upaya pemberitaan, komunikasi merupakan salah satu aspek penting yang dilakukan baik jurnalis atau narasumber, sehingga saya katakan  kuota internet tidak hanya diperlukan dalam kondisi darurat saja melainkan dibutuhkan setiap hari dengan waktu yang berkepanjangan karna bagi saya profesi jurnalis merupakan profesi yang tidak bisa lepas dari kuota internet disamping kamera, dan alat tulis.
Manfaat tidak terbatas dari internet atau internet Indonesia  yang tidak terlepas dari profesi jurnalis yang membutuhkan eksistensi didunia maya demi menyajikan sebuah informasi pemberitaan hingga ditahun 2022 ini peran internet semakin terlihat, dimana informasi didapat tidak hanya seputar Indonesia, melainkan dunia internasional pada umumnya.