Akibat gaji terlambat dibayarkan, seorang teman mengungkapkan sakit hatinya lewat status Facebook. Kejadian ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya, seorang teman yang lain pernah dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik, gara - gara menyebut manajemen kantor lamanya sebagai "pencuri." Bukan itu saja, teman saya yang lainnya lagi yang bekerja di kantor pemerintahan, pernah dipanggil atasannya gara - gara menulis status " rindu dengan kepemimpinan bos lama." Ketika saya menegur mereka satu persatu, jawaban yang mereka keluarkan sama; "Ini akun gue, ya suka2 gue lah mo nulis apa. Yang tersinggung silahkan!"
Tidak bermaksud sok suci, sayapun pernah berpikir demikian. Betul memang, akun ya akun kita, nulis juga pake tangan sendiri, kok situ yang sewot?! Yang terlewatkan adalah, bahwa apa yang kita tulis tanpa kita sadari bisa mempengaruhi banyak orang. Pengaruhnya bisa menguntungkan, bisa juga merugikan.
Menguntungkan, saat ada orang yang termotivasi karena status - status kita yang penuh semangat riang gembira, atau memberikan pengetahuan baru bagi mereka. Merugikan, bisa jadi ada orang lain yang marah, merasa tersindir, dilecehkan, atau bahkan terhina, walaupun status kita tidak ditujukan untuknya. Apalagi, kabarnya sekarang beberapa perusahaan juga sudah mulai menggunakan profil/status/twit jejaring sosial untuk menilai calon karyawannya. Pasti tidak ingin kan kehilangan peluang hanya karena kesalahan "kecil" kita?
Saya kagum sekagum - kagumnya sama beberapa teman yang berhasil memanfaatkan jejaring sosial untuk menambah penghasilan. Saya juga mencontohi langkah teman - teman lain yang ternyata bisa menambah jaringan kerjanya lewat Facebook/twitter. Tidak hanya itu, tanpa sadar, setiap harinya saya jadi lebih semangat setelah membaca status - status bernada riang di beranda saya.
Internet khususnya jejaring sosial memang revolusioner, karena memungkinkan kita jadi "pemilik," dan tidak sekedar menerima sebagai khalayak media saja. Kita bisa ikut menentukan isi sebuah halaman, yang dapat diakses oleh orang banyak, minimal teman atau follower kita. Dua jempol untuk yang menemukan internet, tapi empat jempol (plus pinjam jempolnya teman) untuk orang yang bisa memanfaatkan, memetik keuntungan, dan bijak menggunakan internet.
Jadi, hati - hati dengan status/tweet-mu:)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H