Pesan Singkat:
Skdar mngingatkan, bsok kopdar d plaza pusdai jam 10.
Terima kasih
Indra
***
“Minggu teh kumpul di mana siy?” ucap Chiku untuk sekian kalinya.
Stupid question. Padahal sudah jelas tempat kopi darat pertama ini dilaksanakan. Tetap saja pertanyaan itu yang diajukan Chiku.
“Ma enya maneh teu nyaho PUSDAI?” Setelah beberapa menit, baru kali ini Tri, salah satu teman kos Chiku, berbicara sambil menatap ke arahnya. Dari tadi matanya tak beralih dari tayangan sinetron kesukaannya itu.
[caption id="" align="alignright" width="450" caption="dok. Google (di lorong-lorong inilah kami yang sering chat di KACR bertemu)"][/caption]
“Oh,nyaho ning. Bisi we teu apal PUSDAI teh di mana. Heu..heu..heu..Teuing atuh ai Plaza na mah. Tanya atuh ka si Geghe!” dasar maniak TV. Perhatian Tri kini sudah kembali fokus pada tontonan kesukaannya itu. Duduk sambil bersandar pada kasurnya yang diberdirikan dengan kedua kaki ditekuk dan kedua tangan memeluknya dengan remote TV di tangan kanannya, Tri seolah tak ingin diganggu lagi.
“Udah, Tetehku sayang. Tapi da Geghe na oge teu apaleun coba? Hwakakakakakakakakak….”,tawa Chiku lepas juga mengingat Geghe yang notabene lebih lama tinggal di Bandung pun tak tahu tempat pastinya kopi darat besok dilaksanakan.
“Beuhh…stres da maraneh mah. Ongkoh we rek ketemuan tapi teu nyaho tempat. Haaaaaa…haaaaaa…haaaaaa…”, Tri rela melewatkan adegan romantis pada sinetron favoritnya itu demi menertawakan Chiku dan Geghe serta orang-orang yang akan kopi darat besok yang sama sekali tak tahu tempat. Remote yang dipegang tadi, kini dipukulkannya ke lantai sebagai pelengkap dari tawanya itu.
“He eh nya eta. Gokil pisan nya?” kini Chiku dan Tri tenggelam dalam tawa ditemani dialog mesra dua pasang kekasih dalam perannya. Acara tawa bersama itu hanya berlangsung sekitar dua menit. Padahal Chiku masih ingin tertawatapi tiba-tiba saja Tri diam tanpa kata.
“Kunaon, Teh?” tanya Chiku kemudian. Kali ini Chiku memperkecil jarak duduknya dengan Tri dan ikut menyandarkan punggungnya di kasur.
“Naon siy?” jawab Tri dengan ketus. Wajahnya yang penuh dengan tawa kini benar-benar datar tanpa ekspresi sedikit pun. Chiku bingung. Namun, Chiku juga sedikit curiga dengan perilaku Tri barusan.
“Teteh kunaon?” tanya Chiku lagi.
“Diem tuh, keur rame yeuh,” jawab Tri singkat. Rame? Chiku bertanya dalam hati. Chiku mengikuti arah pandang Tri yang dari tadi tak lepas dari layar TV.
“Jahh…kirain teh kenapa. Ternyata lagi serius nonton toh! Ngomong toh…” Chiku baru sadar bahwa Tri tiba-tiba diam karena adegan sinetron yang ditontonnya itu memang lagi seru-serunya. “Huu…stres! Chiku udah takut Teteh kenapa-napa.”
“Maksud lo? Udah ah, jangan ngomong dulu. Rame yeuh,” timpal Tri dengan mata melotot. Chiku menggelengkan kepalanya melihat teman kos-nya ini. Ada-ada saja pikirnya.
“Biasa we atuh. Nonton sinetron aja sampe segitunya,” balas Chiku sambil keluar dari kamar Tri sambil membawa fotokopian materi Bahasa Indonesia yang digulungnya. Jam dinding di kamar Tri telah menunjukkan pukul 9 malam.
“Ke mana, Chi?” tanya Tri saat sadar bahwa Chiku telah keluar dari kamarnya. Chiku membalikkan badannya ke dalam kamar Tri lagi. Mata Tri terlihat sangat polos seperti mata anak kecil sedang memelas. Atau agar terlihat dramatis seperti tokoh Pussy dalam film Shrek. Dasar manja, pikir Chiku.
“Kamar,” jawab Chiku singkat tanpa basa-basi. “Yuk, ah. Makasiy ya udah diizinin ikut nonton,” lanjut Chiku dengan menyunggingkan bibirnya ke atas kemudian kembali membalikkan badan dan memakai sandalnya.
“Chiku jahat,” kata Tri setengah teriak.
“Emang.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H