http://citra-autisimo.blogspot.co.id/2017/10/mengukuhkan-nirwana-part-3.html
Saat ku berpikir bahwa semua telah selesai. Â
Imajinasiku saat itu adalah tangan dari sahabat-sahabatku menempel di dadaku, Â tepat di mana jantungku berada. Â
"Tolong aku, Â berikan telapak tangan kalian." Â
"Rasakan, Â tolong aku, Â tidak pernah ia berdetak sehebat ini. Â Ia akan meledak. Â Ketenangan pikiran dan batin yang ada padaku saat ini, Â itulah yang menahannya dari meledak."
Apa yang terjadi kepada kamu? Â
"Ini gelisah. Â Ini khawatir. Â Ini harus ku cegah, Â agar tidak menjadi rasa kecewa pula."
Mengapa? Â Adakah yang harus aku perbuat membantumu? Â
"Aku cuma terlalu naif saja. Â Setelah ini, Â peluk aku dengan hangat. Â Tolong...."Â
Bagaimana bisa? Â Bagaimana mungkin? Â Bagaimana caranya kau ku peluk?.
Daun-daun ini menghalangi ranting. Â
"Biarkan saja ranggas daun kering itu yang menimbunku, Â menyelimuti tubuhku."Â
Rerumputan ini terlampau pendek. Â
"Tidak mengapa, Â sudah cukup bagiku untuk alasku tidur. Â Walau tipis dan berembun, Â ia hijau."
Bebatuannya sungguh besar dan amat berat. Â
Bukitnya terjal,  dan sebagian tertutup tebal oleh  lumut yang membuat licin.
"Lakukan saja, Â kamu begitu kokoh. Â Angin kencang dan badai yang hendak menerpaku akan berbelok saat berhadapan denganmu."Â
Memelukmu justru membuat aku menyakitimu. Â
"Kamu berpikir, Â dan menjadi banyak alasanmu dan bertambah."
"Kapan pelukmu akan terjadi?".
Keingintahuanku hanya satu, Â siapa dia? Â
Sebelum dialog ini tamat, Â
Siapa dia yang berbuat ini kepadamu? Â
Harus bagiku agar semua ini berakhir dalam kebahagiaan. Â
Bagi aku, Â bagi kamu. Â
"Tuanmu..., yang menjadi dalang atas segala yang ada di sini." Â
"Jika kamu bersedia, Â aku berlutut." Â
"Dengar, Â aku melakukannya untuk pertama kali, Â dan entah kapan akan terjadi lagi." Â
"Aku tidak memintanya kepadamu, Â melainkan aku mendoakannya." Â
"Mari berdua kita mewujudkan bahagia yang bisa menjadi milik kita." Â
"Aku akan tetap berlutut sampai kamu datang ke telapak tanganku dan memeluk aku dengan hangat dan bersuara."
Aku yang lain. Â
Kamu tidak sendirian, Â ada aku. Â
Aku tidak menemukanmu, Â aku hanya mengajakmu. Â
Aku berdosa bila memaksamu. Â
Kamu tidak pantas sendirian. Â
Jangan berayun-ayun dengan buta. Â
Jangan bergelap-gelapan dengan tuli. Â
Dan jangan kamu mainkan akal budi dengan bisu. Â
Kamu layak diterima siapa pun dengan menjadi dirimu sendiri. Â
Bila aku istimewa, Â maka aku yang lain juga istimewa. Â
Maka selesailah dengan dirimu sendiri terlebih dahulu, Â setelah itu silahkan, Â selesaikanlah perziarahanmu.Â
"Aku mengerti apa itu masa lalu,  dansemua jatuh bangun di dalamnya hingga akhirnya kamu bisa memaafkan dan mencintai dirimu kembali." Â
"Dari sana ku temukan kejujuran, Â naif, Â tulus, Â bahkan pengakuan."