Mohon tunggu...
Cita Puspita
Cita Puspita Mohon Tunggu... -

saya mendedikasikan sisa usia saya sebagai seorang abdi negara di bidang statistik dengan terus memupuk kecintaan yang luar biasa terhadap bidang jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seberapa besarkah cita-cita masa kecil memengaruhi hidupmu?

25 Oktober 2011   05:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:32 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih inget ga dengan cita-cita mu waktu kecil? Dulu saya pernah bercita-cita jadi polwan karena kelihatannya keren bisa menumpas kejahatan. Lantas berubah lagi ingin jadi psikolog waktu SMP dan berubah lagi ingin jadi reporter waktu duduk di bangku SMA. Akhirnya sekarang saya tidak menjadi ketiganya, malah jadi statistisi. Agak lucu memang, tapi sepertinya saya kemakan omongan saya sendiri waktu SMA yang pernah bilang gak akan berhubungan lagi dengan pelajaran eksak yang memusingkan dan ingin terjun ke dunia jurnalistik. Namun, jalan hidup saya ternyata membawa saya ke jalur statistik sebagai profesi. Sejauh ini saya cukup bahagia menjalani profesi saya, apalagi sebagai fresh graduate saya telah mendapatkan satu persatu yang saya butuhkan dengan gaji yang diterima. Namun, beberapa kejadian telah membukakan mata saya atas apa yang telah saya lupakan. Suatu saat saya tidak sengaja membuka salah satu akun teman saya. Cuma satu kata untuk dia, luar biasa. Dia tak hanya menjadi orang yang digaji, tapi di usianya ke-23 sama dengan saya, dia telah menjadi pemilik usaha. Ada yang sukses membuka butik, ada yang sukses buka satu toko di pasar, ada yang buka lapak online dan laris manis. Fantastis! Lalu saya melihat ke diri saya sendiri, kemana saja saya selama ini? Sepertinya saya terlalu nyaman berada pada zona aman. Kenyamanan fasilitas dan materi yang saya peroleh telah membuat otak saya menjadi semakin dangkal. Bahkan, saya perlahan melupakan indahnya berimajinasi. Rsa ingin tahu saya pun semakin lama semakin terkikis waktu. Saya pelan-pelan lupa tentang sejuta ide kreatif yang dulu pernah terlintas dalam pikiran saya. Yang saya tau hanya berangkat kerja dan bergelut dengan tumpukan dokumen di atas meja. Yang saya pikirkan hanya rekening saya akan bertambah dengan sendirinya setiap awal bulan dan saya harus mengkalkulasi semua pengeluaran saya sedemikian rupa sehingga tidak melebihi anggaran yang telah ditetapkan. Hingga pada suatu titik, saya menemukan bahwa jalan yang saya tempuh selama ini hampa. Rutinitas kerja yang saya jalani hanya merupakan realita berulang yang monoton. Pikiran saya pun tak lagi dinamis dalam memandang hidup. Akhirnya suatu malam saya melihat acara talk show di salah satu stasiun televisi. Disana menampilkan sejumlah dokter ahli sebagai bintang tamu. Salah satunya dr. Boyke Nugraha. Beliau menjelaskan panjang lebar tentang perjalanan hidupnya hingga menjadi seperti sekarang. Waktu kecil ayahnya meminta dia menyebutkan cita-citanya ketika ada bintang jatuh. Dengan lantang dia bilang ingin menjadi seorang dokter. Ayahnya langsung menangis dan bilang bahwa beliau tidak mampu mewujudkan keinginan putranya karena kondisi ekonomi tidak memungkinkan. Tapi ibunya bilang bahwa kalau ada kemauan pasti bisa. Akhirnya benar, Boyke kecil sekarang benar-benar telah menjadi dokter. Dari situ saya berpikir betapa bodohnya saya yang tidak pernah berusaha memperjuangkan cita-cita saya. Saya tidak benar-benar paham dengan apa yang saya inginkan. Saya tidak pernah serius dengan apa yang saya idamkan. Saya hanya melihat ada peluang dan mencoba masuk. Mungkin benar cita-cita saya sewaktu kecil tidak terwujud di masa kini, tapi di satu sisi saya percaya apa yang telah terjadi dalam hidup saya bukanlah sebuah kebetulan. Semua yang terjadi telah digariskan sedemikian rupa, di luar logika saya sebagai manusia. Saya tidak pernah merasa ada yang salah dengan cita-cita saya dulu dengan apa yang terjadi sekarang. Saya hanya ingin melakukan yang terbaik dengan apa yang telah saya peroleh sekarang untuk mendapatkan sesuatu yang jauh lebih baik di masa depan. Hingga suatu saat saya ingin menemukan diri saya di cermin dan mengatakan bahwa saya juga luar biasa seperti orang-orang yang saya kagumi saat ini. Amiin.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun