Mohon tunggu...
cipto utomo
cipto utomo Mohon Tunggu... -

Sederhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ANAK JALANAN !!! SIAPA MEREKA SEBENARNYA ???

15 April 2015   10:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:05 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa saja sih yang disebut dengan anak jalanan ? Istilah yang sudah tidak asing lagi. Istilah anak jalanan pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Amerika Serikat dan Brazil. Istilah itu digunakan pada kelompok anak-anak yang hidup di jalan yang umumnya sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya. Anak-anak pada taraf ini sering diasumsikan anak-anak yang terlibat dalam hal kriminalitas. UNICEF lalu memakai istilah hidup di jalanan untuk mereka yang sudah tidak mempunyai ikatan dengan keluarga, bekerja di jalanan untuk mereka yang masih mempunyai hubungan dengan keluarganya. Departemen Sosial RI (Murniatun, 2004) menjelaskan definisi anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan ataupun tempat-tempat umum lainnya.Sedangkan dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Right of The Child) dinyatakan bahwa anak adalah setiap individu yang berusia di bawah 18 tahun. Atau dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selain itu dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.

Anak jalanan kesehariannya dihabiskan di jalanan. Mereka memenuhi kebutuhannya sendiri dengan mengais rezeki di tengah-tengah jalanan yang keras tanpa kasih sayang dari orang tua. Meskipun lelah dan peluh tak mereka hiraukan, karena memang sisi kehidupan mereka yang lebih senang berada di jalanan. Tidak ada seseorang yang mengatur kehidupan mereka. Mereka dapat melakukan hal apa saja sesuai dengan keinginan diri mereka. Kapan saja dan dimana saja mereka inginkan. Dalam realita sehari-hari, tindak kejahatan atau eksploitasi seksual akan sering terjadi terhadap anak dan anak jalananlah yang paling rentan menjadi korban tindak kejahatan tersebut. Anak jalanan terdiri atas beberapa kelompok yang keberadaannya menimbulkan masalah, terutama di sudut-sudut kota besar. Anak jalanan membutuhkan perhatian lebih besar dari banyak pihak bukan untuk diasingkan atau dikuncilkan dan dibuang semena-mena tanpa dibekali sesuatu yang bermanfaat bagi hidup mereka. Secara garis besar ada dua kelompok anak jalanan, (1) Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalanan. Seluruh kegiatan dan aktifitas sehari-hari mereka dilakukan di jalanan, tidur dan menggelandang secara berkelompok; (2) Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan, namun masih pulang ke rumah orang tuanya (Dewi, 2013).

Pekerjaan yang mereka lakukan juga bermacam-macam. Mulai dari hal kecil hingga hal yang berbahaya. Biasanya pekerjaan yang mereka lakukan di jalanan sebagai penyemir sepatu, penjual asongan, pengamen, pengemis di persimpangan jalan atau di terminal, pengelap kaca mobil, parkir liar, bahkan membersihkan bus umum. Apa saja akan mereka lakukan di jalanan demi mempertahankan hidupnya. Jalanan yang dimaksud bukan hanya jalan raya saja, melainkan juga tempat-tempat lain seperti pasar, alun-alun kota, pusat pertokoan, taman kota, emperan took, terminal, dan stasiun. Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal (HIMMATA) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua golongan, yakni anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan adalah anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, namun masih memiliki hubungan erat dengan keluarganya. Anak jalanan murni adalah anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan serta tidak memiliki hubungan erat dengan keluarga (Asmawati, 2001). Sementara itu seperti yang dikemukakan oleh Tata Sudarajat (1999) anak jalanan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu yang pertama, anak yang putus hubungan dengan keluarganya, tidak bersekolah, dan hidup di jalanan (childen the street). Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, tidak bersekolah, tetapi kembali kepada orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, atau sebulan sekali, yang biasanya disebut dengan anak yang bekerja di jalanan (children on th street). Dan ketiga, yaitu anak yang masih bersekolah, atau sudah tidak bersekolah, kategori ini masuk dalam kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be street children).

Hal senada juga disampaikan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (Dewi, 2013) mengelompokkan anak jalanan menjadi empat kelompok, antara lain sebagai berikut. (1) Anak-anak yang tidak memiliki hubungan lagi dengan orang tuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan yang sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan orang tuanya sudah terputus. Kelompok anak ini merupakan kelompok anak jalanan yang disebabkan karena faktor psikologis keluarganya, mereka mengalami kekerasan, penyiksaan, bahkan perceraian orang tua, sehingga mereka tidak mau kembali ke rumah, karena kehidupandi jalanan dan solidaritas antar sesama teman sudah menjadi ikatan dalam hidup mereka; (2) Anak –anak yang memiliki hubungan tidak teratur dengan orang tua mereka dan bekerja di jalanan (children on the street). Jadi mereka pulang ke rumah setelah beberapa minggu ata beberapa bulan sekali. Seringkali mereka diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur. Tempat tinggal mereka umumnya di lingkungan kumuh bersama dengan teman-teman senasibnya; (3) Anak-anak yang memiliki hubungan teratur dengan orang tua mereka. Tinggal bersama orang tua mereka, beberapa jam sebelum atau sesudah sekolah. Mereka turun ke jalan biasanya dimotivasi karena ajakan teman, belajar mandiri, membantu orang tua atau disuruh orang tua. Dan biasanya mereka menjadi penjual koran; (4) Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari pekerjaan. Pada umumnya mereka sudah lulus SD bahkan ada yang lulus SLTP. Biasanya mereka adalah kelompok urban yang mengikuti orang tua atau saudaranya ke kota. Pekerjaan yang mereka lakukan biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan atau kuli panggul, pedangan asongan, pengamen, pengemis, dan pemulung. Keuntungan yang mereka dapatkan tidaklah seberapa, namun itu semua harus mereka lakukan agar dapat bertahan hidup di tengah kerasnya jalanan.

Anak jalanan adalah anak-anak yang pada suatu taraf tertentu belum memiliki cukup mental dan emosional yang kuat. Mereka yang harus berjuang di tengah jalanan yang keras maka cenderung mendapat pengaruh negatif bagi pembentukan dan perkembangan kepribadiannya. Jumlah anak jalanan dan anak terlantar dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Anak jalanan terdiri atas beberapa kelompok yang keberadaannya menimbulkan masalah, terutama di sudut kota-kota besar. Anak jalanan membutuhkan perhatian lebih besar dari banyak pihak bukan untuk diasingkan atau dikuncilkan dan dibuang semena-mena tanpa dibekali sesuatu yang bermanfaat bagi hidup mereka. Secara garis besar ada dua kelompok anak jalanan, yakni yang bekerja dan hidup di jalanan. Seluruh kegiatan dan aktifitas sehari-hari mereka dilakukan di jalanan, tidur dan menggelandang secara berkelompok, lalu anak jalanan yang bekerja di jalanan, namun masih pulang ke rumah keluarganya. Keberadaan anak jalanan di jalanan selalu berdampak negatif. Mereka akan sangat rentan terhadap situasi yang buruk seperti tindak kriminalitas, korban eksploitasi, tindak kekerasan, penyalahgunaan narkoba, sampai pelecehan seksual.

Dalam konteks permasalahan anak jalanan ini, yang dianggap menjadi penyebab utama munculnya anak-anak jalanan adalah kemiskinan. Peningkatan angka penduduk miskin telah mendorong munculnya anak yang putus sekolah dan meningkatnya anak-anak terlantar serta anak jalanan. Keberadaannya yang semakin besar jumlahnya dirasakan semakin mencemaskan karena mereka merupakan generasi penerus bangsa yang terabaikan. Pemerintah sebenarnya telah melakukan program pengentasan masalah anak jalanan, akan tetapi dirasakan jumlah anak jalanan belum berkurang, justru makin menambah. Adanya rumah singgah bagi anak-anak jalanan juga merupakan salah satu cara pemberdayaan anak jalanan. Selain itu program pemenuhan pendidikan, pengembangan dan pelatihan kreatifitas yang sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki anak jalanan juga merupakan upaya pemberdayaan anak jalanan. Diperlukan kerja sama yang baik antara keluarga, masyarakat, lembaga sosial, bahkan pemerintah, agar program pemberdayaan anak jalanan ini juga dapat terlaksana dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun