Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Peradaban Hindu di Magelang: Membaca Warta Magelang dari Prasasti Canggal

18 Juni 2024   06:53 Diperbarui: 18 Juni 2024   06:54 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua makam tokoh penyebar Islam di Magelang  Letak sekitar 1 km sebelum kompleks candi Gunung Wukir.Dok

Memang menarik, nama Jawa yang disebut dalam prasasti Canggal. Bahkan dijelaskan tentang wilayah yang kaya padi dan biji-bijian. Maka tidak berlebihan apabila dijelaskan bahwa sejak abad VIII M, di Magelang dapat diketahui sudah ada kehidupan sosial yang ada dalam suatu wilayah sosial yang hidup dari pertanian yang warganya saling berinteraksi.

Oleh sebab itu interaksi sosial asosiatif terjadi antar petani maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini secara ilustratif dapat dijelaskan menjadi cikal bakal lahirnya kegotongroyongan di masyarakat. Sebab di Magelang memang sangat cocok untuk pertanian. Mengingat kesuburan tanahnya akibat banyak gunung dan pegunungan yang mengitarinya.

Selanjutnya juga terjadi interaksi antar sesama pemeluk agama Hindu dalam beribadah, bersesaji, dll. Sebab berdasar isi prasasti Canggal maupun adanya candi yang ditemukan di Magelang, dapat dijelaskan bahwa di Magelang masyarakat sudah memeluk agama Hindu. Maka interaksi social yang bersifat keagamaan juga dimungkinkan sudah terjadi. Bahkan sangat mungkin telah terjadi interakasi sosial secara struktural antara rakyat biasa dengan pejabat di wilayahnya, walaupun interaksi ini bersifat instruktif.

Untuk interaksi yang bersifat instruktif dapat dilihat secara faktual adanya candi Gunung Wukir. Sebab pembangunan candi membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Sehingga memerlukan proses interaksi yang bersifat asosiatif dalam jangkauan yang relatif luas sebagai bentuk pengerahan massa.

Interaksi yang berjalan secara internal ini akhirnya melahirkan nilai dan norma sosial yang disepakati. Nilai-nilai tersebut tentu berkaitan dengan tantangan kehidupan nyata yang dihadapi. Nilai-nilai tersebut dalam perkembangan menjadi adat-istiadat masyarakat. Nilai-nilai yang paling dekat dengan kehidupan mereka adalah nilai-nilai yang berkaitan pertanian, gunung maupun berkaitan dengan nenek moyang (leluhur). Proses pengolahan tanaman yang lancar, hasil pertanian yang melimpah adalah harapan semua warga petani. Maka munculah nilai-nilai sosial yang berkaitan dengan pertanian. Sesaji, mantra, maupun simbol-simbol lain yang berkaitan dengan pertanian. Nilai-nilai yang berkaitan dengan keberadaan gunung akan bersinggungan dengan hal-hal yang bersifat kosmologis tentang keberadaan dewa-dewa yang diyakini.  Secara factual di berbagai kecamatan banyak ditemukan  lingga maupun yoni, yang menjadi simbol dewa Siwa ditemukan di sawah ladang penduduk.

Repro beberapa peninggalan hindu di wilayah Secang. Sumber: https//nyariwatu.blogspot.com
Repro beberapa peninggalan hindu di wilayah Secang. Sumber: https//nyariwatu.blogspot.com

1.2.Interaksi eksternal

Interaksi sosial yang bersifat eksternal yang memungkinkan adalah interaksi dengan India. Interaksi ini bisa bersifat langsung maupun tidak langsung. Interaksi juga dilakukan dalam bentuk asosiatif. Hubungan India-Indonesia pada abad VII-VIII M sangatlah mungkin. Sebab agama Hindu sudah ada dan berkembang di wilayah Magelang. Hal ini dapat dilihat dengan adanya fakta candi Gunung Wukir maupun candi Losari yang ditemukan di wilayah Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Pada abad sebelumnya di prasasti Tukmas juga sudah ditemukan fakta agama Hindu sudah ada di wilayah Magelang.

Berdasar fakta-fakta tersebut dapat diduga kuat bahwa agama Hindu sudah berkembang di Magelang sejak Sanjaya berkuasa (bahkan sebelumnya). Pendirian candi jelas menunjukkan adanya bukti adanya agama Hindu sudah menjadi agama masyarakatnya di wilayah sekitar candi.

Dengan demikian sangatlah mungkin bahwa masyarakat Magelang sudah membangun interaksi sosial yang bersifat eksternal dengan para pembawa dan pengajar agama Hindu baik yang langsung dari India atau yang berasal dari wilayah nusantara lain. Apakah mereka kaum brahmana atau pemuka agama yang dipercaya untuk menyebarkan agama Hindu di wilayah Magelang khususnya. Hubungan juga dimungkinkan menggunakan jalan perdagangan. Sekali lagi interaksi tersebut bisa berbentuk direct maupun indirect.

Selain agama Hindu yang berkembang di Magelang, tidak mustahil agama Budha juga mulai menyebarkan ajaranya di wilayah Magelang. Candi-candi Budha seperti candi Ngawen, Mendut, Pawon apalagi Borobudur telah menunjukkan bahwa sejak Sanjaya berkuasa bisa saja agama Budha juga mulai masuk dan berkembang di Magelang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun