Wabah klitih akhirnya juga menular ke pedesaan. Sekitar sebulan lalu satu kelompok klitih berulah di wilayah Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang.Â
Suatu wilayah yang relatif jauh jaraknya dengan Yogjakarta. Maka tidak mengherankan apabila dikatakan bahwa Klitih telah menjadi varian baru masalah sosial di Yogjakarta sekitarnya.
Kehadiaran klitih juga telah melahirkan ideologi baru. Fenomena ini setidaknya dapat dicermati dari proses kelahiran (sejarah) dan tahapan aktivitas yang dilakukan secara periodik.Â
Konsep ideologi dalam tulisan ini lebih ditekankan pada sesuatu yang menjadi cita-cita yang ingin diperjuangkan. Sebagai ideologi, maka cita-cita tersebut akan bermuara pada perjuangan menunjukkan identitas diri dan kelompok.
Pembentukan identitas tersebut memerlukan waktu untuk berubah bentuk. Dalam proses tersebut akan muncul relasi sosial-psikologis baik secara internal maupun eksternal yang mempengaruhi.
Relasi sosial-psikologis yang bersifat internal dapat dicermati pada hubungan dan solidaritas antar individu dalam suatu kelompok klitih. Makin kuat hubungan dan solidaritas antar personal akan berpengaruh kuat secara psikologis.Â
Dampak psikologis yang akan memancar adalah makin solid pertemanan antar mereka. Dampak lebih lanjut adalah makin beraninya mereka menampilkan ulah. Sebab seringnya mereka berulah akan membawa identitas kelompoknya makin dikenal oleh sesama antar kelompok klitih.
Relasi sosial-psikologis yang bersifat eksternal adalah hubungan terhadap pihak luar, baik yang bersifat disosiatif maupun asosiatif. Hubungan disosiatif lebih mengarah pada pesaingan gengsi antar kelompok klitih.Â
Hubungan asosiatif merujuk pada sikap antar mereka untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Maka makin besar kelompok asosiatif mereka, akan mendorong mereka makin berani membuat ulah di tengah masyarakat.
Sikap ini akhirnya mendorong kelompok klitih yang masuk kategori baru lahir belum berani bergabung. Akibatnya mereka berusaha mencari perhatian di luar zona pusatnya.Â