Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Penjara Mental Mengakui Kelebihan Orang Lain dan Praktik Perundungan Teman Sejawat di Lingkungan Sekolah

7 September 2021   05:58 Diperbarui: 7 September 2021   21:03 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktik perundungan sesama teman di tempat kerja menjadi fenomena yang senantiasa menghiasi dinamika suatu lembaga. Sudah jamak dan lumrah di dunia kerja akan terisi persaingan nama, status dan pengaruh antar personal yang ada. Demikian juga yang terjadi di suatu sekolah.

Fenomena penjara mental untuk mengakui prestasi teman kerja juga menjadi persoalan tersendiri. Fenomena ini ikut menjadi penyebab menguatnya praktik perundungan sesama teman kerja di lingkungan sekolah selain penyebab yang bersifat sosio-cultural.

Kecenderungan yang muncul biasanya ditandai dengan upaya saling menjatuhkan nama baik melalui bisik-bisik maupun secara vulgar. Sebutan penjilat, orang kesayangan bos,dll menjadi kosa kata yang sering muncul.  Kecenderungan berikutnya biasanya si perundung merasa berhasil ketika sikapnya mendapatkan respon teman-teman sekerja yang lain.

Mungkinkah si perundung merasa gelisah? Bisa saja demikian. Sebab peluang atau kesempatan berada di posisi tertentu biasanya jadi incaran banyak orang. Padahal hanya beberapa orang yang dipandang potensi dan sesuai di posnya yang dipastikan mengisi pos tersebut.

Di sekolah pos-pos tersebut antara lain wakil kepala, wali kelas, kepanitian kegiatan sekolah, kegiatan ekstra, Tim Pengembang Sekolah, bendahara,dll.  Dulu, semua pos tersebut ada insentif tiap bulan. Demikian juga kepanitiaan, pasti ada insentif yang diterima sesuai dengan pos yang ditempati.

Di sekolah, fenomena yang muncul setidaknya ada dua hal. Pertama beberapa guru mempunyai skill ganda. Sehingga di banyak kegiatan sering mendapatkan mandat dari kepala sekolah. Kedua, guru-guru yang mempunyai skill yang bersifat homogen (terbatas). Maka pos-pos yang diberikan biasanya juga terbatas.

Dilihat jumlahnya, tentu guru yang mempunyai skill ganda jauh lebih sedikit dibanding dengan guru-guru yang skiil nya pada umumnya. Berpangkal dari sinilah, perundungan mulai terjadi. Apalagi si perundung orang yang merasa tua, paling lama masa kerjanya menambah suasana hiruk pikuk di sekolah tersebut.

Apa yang menjadi penyebab perundungan itu terjadi? Hal ini bisa dicermati dari aspek sosio-cultural maupun mentalitas.

1. Culture Lag

Yaitu ketimpangan kemampuan. Ketimpangan bisa terjadi pada penguasaan soft skill, teknologi, pengalaman lapangan, budaya literasi maupun potensi-potensi lain yang dibutuhkan untuk mengembangkan sekolah. Yang jelas terjadi perbedaan potensi dalam berbagai aspek yang dibutuhkan oleh sekolah.

Biasanya beberapa aspek tersebut dimiliki oleh guru yang potensial (walaupun ada yang masih dianggap yunior seacara usia) maupun guru senior yang memang produktif. Terhadap mereka biasanya banyak mendapat tugas ganda. Orang-orang tersebut biasanya masuk kategori orang-orang kerja. Namun jumlahnya tidak banyak.

Kondisi demikian akan berdampak pada kecemburuan, keirihatian. Puncak dari semuanya adalah perundungan. Bentuk perundungan bisa berbentuk "ngrasani" (ngrumpi) sampai dengan pembunuhan karakter. 

Sasaran yang menarik untuk dirundung adalah teman-teman yang masih yunior namun produktif atau teman sebaya yang senior namun tidak senang dengan kebiasaan cerita sana sini yang tidak bermanfaat.

2. Vested interested

Yaitu adanya kepentingan yang terpendam. Kepentingan tertentu bisa berbentuk tidak mau tersaingi, takut pengaruhnya jatuh, tidak rela orang lain berkembang, keinginan pada jabatan tertentu,dll. Sikap ini biasanya ditunjukkan dengan dalih, argumen maupun alasan yang sengaja dibuat-buat sebagai alibi menuntupi keinginannya yang terpendam.

Vested interested adalah salah satu contoh sikap tertutup terhadap perubahan. Ada kecenderungan menginginkan dirinya maupun kelompoknya yang dapat berperan di berbagai pos yang ada. 

Ketika argumen dan langkahnya tidak mendapat respon atau persetujuan, biasanya perundungan akan dilakukan pada orang-orang yang dipercaya menempati pos-pos tertentu. Setiap sepak terjang teman yang berada di pos-pos pekerjaan  tersebut tidak luput dari sorotan kamera hitamnya.

Kecenderungan yang muncul, tiap hari "ngomongin" orang-orang yang dianggap tidak dapat bekerja dalam sudut pandangnya. Yang paling berbahaya kalau membunuh karakter teman kerja di depan peserta didik. 

Bahkan pake mengancam segala. Perundungan biasanya mulai dari kondisi demikian. Perundungan bisa dilakukan di depan teman yang menempati pos yang dia inginkan atau disampaikan di dalam forum rapat dinas.

Biasanya orang-orang yang mempunyai vested interested tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kualitas diri yang terpenuhi,  mempunyai kecenderungan mencari kompensasi dengan melakukan perundungan. Ujung-ujungnya adalah tidak ingin eksistensinya terganggu.

3. Teman-teman yang mendapat tugas rangkap merasa besar hati karena menganggap dirinya sebagai orang penting di sekolah

Perundungan yang terjadi pada sebab ini biasanya dilakukan sebagai reaksi atas sikap beberapa guru yang merasa sebagai elit di sekolah, "seakan-akan" memosisikan dirinya lebih penting dibanding yang lain.

sumber: www.brilio.net
sumber: www.brilio.net

Akar masalah paparan di atas sebenarnya ada dua hal yaitu prestasi dan penjara mental (mentalitas tertutup) yang tidak mau mengakui prestasi teman sejawat. Ketika guru dapat menunjukkan prestasi realita (bukan prestasi retorika) rasanya tidak mungkin akan merundung teman sesama profesi yang juga berprestasi di bidang yang berbeda.

Selanjutnya apabila guru mempunyai mentalitas terbuka akan belajar dari keberhasilan dan kehebatan teman-temannya. Sehingga akan muncul usaha untuk berbenah diri guna meningkatkan prestasi dirinya. 

Jika mentalitasnya tertutup melihat prestasi teman kerja merasa gelisah, tidak senang bahkan iri hati dan dengki. Bukan "senang melihat orang lain senang" tetapi "sedih melihat orang lain senang".

Faktor culture lag dan vested interested menjadi pendorong yang bersifat sosio-cultural. Sedang penjara mental tidak mau mengakui prestasi teman sejawat adalah pendorong yang yang besifat mentalitas. 

Ketiga hal tersebut dominan  mendorong terjadinya perundungan di suatu sekolah. Sebab hal tersebut berkaitan langsung dengan pertarungan harga diri yang tidak mampu diimbangi dengan prestasi. 

Maka tugas pengambil kebijakan idealnya tetap memberikan wadah aktualisasi diri terhadap muculnya ketimbangan sosial maupun munculnya keinginan terselubung di lembaga yang dipimpin agar visi dan misi sekolah terwujud dalam suasana kerja yang relative kondusif. 

Selanjutnya bagi perundung, sebaiknya juga harus menyadari bahwa penjara mental tidak mengakui prestasi orang lain itu berbahaya bagi hatinya dan harga dirinya. 

Apalagi kondisi itu dibawa sampai purna tugas, jelas lebih berbahaya lagi. Maka harus berjuang untuk merobohkan penjara mental tersebut. Kunci semuanya adalah literasi. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun