Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Langkah Sederhana Mengembangkan Berpikir Kritis Peserta Didik dalam Pembelajaran Daring

12 Juli 2021   11:20 Diperbarui: 13 Juli 2021   15:05 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir kritis selain amanah kurikulum, secara implementatif mempunyai peran penting bagi peserta didik dalam menghadapi era digital yang makin kompleks. Secara khusus tantangan abad 21. Maka proses pembelajaran (khususnya Daring) tetap dituntut dapat mengembangkan kompetensi peserta didik dalam ranah tersebut.

Oleh Sebab itu pembelajaran daring membutuhkan kreativitas khusus dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan kata lain guru dituntut memahami karakteritik pendekatan pembelajaran yang sudah ada agar dapat merancang secara tepat proses pembelajaran Daring, apalagi dalam pencapaian kompetensi berpikir kritis peserta didik.

Ada beberapa langkah yang dapat dijadikan acuan agar kompetensi berpikir kritis tetap dapat dicapai dalam proses pembelajaran Daring.

1) Memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik

Dari berbagai sumber yang ada, dapat diketahui terdapat pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan guru. Ada Active Learning, Cooperative Learning, Contektual Teaching Learning maupun Konstruktivisme. 

Kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan Saintifik. Konsep dan Teori serta aneka model pendekatan tersebut sudah sering dibahas di berbagai buku maupun berbagai kegiatan PKB yang dijalankan oleh sekolah.

Untuk melandasi pembahasan tema ini penulis memaparkan prinsip dasar beberapa pendekatan tersebut. Prinsip dasar Active Learning adalah keterlibatan (partisipasi yang maksimal) peserta didik dalam proses pembelajaran. Indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah kemampuan guru melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Cooperative Learning menekankan pada kerjasama peserta didik dalam proses pembelajaran. Maka parameter keberhasilan pendekatan ini adalah kemampuan guru dalam mengorganisir kelas menjadi beberapa kelompok belajar. 

Selanjutnya Contektual Teaching Learning lebih menekankan pada kemampuan peserta didik dapat menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas dengan realita yang ada di luar kelas. Sehingga ada kesinambungan pengetahuan yang ada di kelas dengan realita yang ada di masyarakat.

Sedangkan prinsip dasar pendekatan Konstruktivisme adalah asumsi bahwa peserta didik dianggap "bukan botol yang kosong". Maka tugas guru "mengkonstruksi" pengetahuan peserta didik agar tidak berserakan dan bisa makin kokoh dan terarah.   

Semua pendekatan di atas mempunyai model-model. Semua model bisa digunakan guru dalam proses pembelajaran. Secara khusus pendekatan Saintifik lebih mengedepankan model Discovery Learning, Inquiry Learning, Problem Based Learning dan Projec Based Learning.

sumber:https://www.sketsaunmul.co/life-style/
sumber:https://www.sketsaunmul.co/life-style/
2) Gunakan Aplikasi yang bisa secara maksimal dikuasai oleh guru dalam proses pembelajaran Daring

Penguasaan aplikasi oleh guru merupakan bagian penting dalam mendukung keberhasilan pembelajaran Daring. Oleh sebab itu sebaiknya guru tetap pada prinsip menjadi diri sendiri dalam penggunaan aplikasi daring. 

Sebab keberhasilan pembelajaran daring tidak semata-mata ditentukan oleh penggunaaan jenis aplikasinya. Sekalipun guru hanya menggunakan WA group kelas, selama prosesnya maksimal maka tujuan pembelajaran akan tercapai. Demikian juga kompetensi mencapai Berpikir Kritis juga memungkinkan menggunakan WA group.

3) Lakukan penataan struktur kurikulum yang memungkinkan tercapaianya tujuan pembelajaran selama pembelajaran daring.

Langkah ini perlu dilakukan dengan pertimbangan bahwa pembelajaran daring itu sifatnya darurat. Maka Kompetensi Dasar (KD) yang diajarkan guru tentu tidak mungkin akan semuanya. Maka diperlukan pemangkasan KD-KD yang berkelindan satu sama lain.

Andaikata semua KD ingin diajarkan, maka guru harus cerdas dalam mengidentifikasi cakupan materi yang esensi saja. Dalam konteks ini idealnya sekolah mempunyai profil Kurikulum Daring yang sesuai kondisi sekolah  masing-masing.

4)  Buatlah Resume Materi

Resume materi dalam pembelajaran Daring mempunyai manfaat besar bagi peserta didik. Setidaknya guru sudah menyampaikan gambaran global tentang isi materi yang dibahas. Oleh sebab itu resume materi harus disusun berdasar pada materi yang substansial. 

Sebagai isntrumen pencapaian karakter beripikir kritis, sebaiknya guru menghindari materi yang memberikan penjelasan detail pada resume materi. Hal yang tidak kalah penting adalah menuliskan resume materi yang akan didalami peserta didik dalam kerangka mengembangkan berpikir kritis.

5)Tentukan aspek-aspek Berpikir Kritis yang kita sesuaikan dengan kondisi peserta didik

Berpikir kritis mempunyai aspek yang kompleks. Apalagi dalam dalam proses daring, maka guru sebaiknya mengindektifikasi aspek berpikir kritis yang memungkinkan bisa dicapai.

Paling tidak aspek-aspek berpikir kritis meliputi kemampuan peserta didik menganalisis masalah, mengevaluasi masalah, melakukan intepretasi masalah.

6) Buatlah Lembar Kerja Siswa yang mendorong peserta didik berpikir analitis, problematis, evaluative dan solutif.  

Lembar Kerja Siswa (LKS) sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Apalagi dalam pembelajaran Daring. Sebab pada lembar tersebut guru memaparkan kegiatan apa saja yang harus dikerjakan oleh peserta didik. 

Apalagi tujuannya adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Maka LKS menjadi penentu dalam pencapaian tujuan tersebut. LKS sekaligus dapat dijadikan sebagai instrumen pencapaian tujuan pembelajaran.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun LKS agar dapat menjadi instrumen penting pencapaian kompetensi berpikir kritis antara lain:

  • Berpikir kritis yang akan dikembangkan tetap mengacu pada resume materi yang disusun guru. Langkah ini guna mengukur ketercapaian ranah kognitif peserta didik. Acuan resume materi adalah Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). Sehingga IPK yang disusun guru harus berpedoman pada KD 3 dan KD 4 (keterampilan).  Pada KD 4 lah guru dapat membidik pengembangan kompetensi berpikir kritis.
  • Sebagai bagian dari keterampilan berpikir tinggi, maka upaya guru mengembangkan kompetensi berpikir kritis merupakan salah satu capaian KD 4 (keterampilan). Oleh sebab itu guru bisa merancang pada Lembar Kerja Siswa dengan memilih salah satu jenis kompetensi keterampilan (unjuk kerja/praktik, proyek, portofolio, produk atau teknik  lainnya).
  • Berikan "peraga" berupa tabel, gambar, kasus, atau fakta nyata yang terjadi di masyarakat.
  • Tabel, gambar, kasus atau fakta merupakan jembatan guru agar peserta didik dapat difokuskan pada masalah yang akan dikaji dan didalami dengan pendekatan berpikir tingkat tinggi.
  • Instruksi kegiatan yang diberikan oleh guru harus bersifat analitik, problematik, intepretatif dan evaluatif. Agar dapat membantu peserta didik sebaiknya guru memberikan arahan dengan menggunakan langkah berpikir 4 W 1 H (What, When, Where, Why dan How)

Sebisa mungkin lebih ditekankan pada layanan pembelajaran individual. Oleh sebab itu kegiatan yang diperintahkan di LKS adalah kegiatan individual. Apakah kerja kelompok dilarang? Tentu tidak. Guru bisa merancang kerja kelompok manakala peserta didik pada kelas tertentu memang memungkinkan diarahkan pada kerja kelompok. 

Maka modal besar guru dalam menata kegiatan pembelajaran dengan kerja kelompok dalam pembelajaran daring adalah pemahaman karakterisitik peserta didik yang merata dan utuh di kelas tersebut. Namun berdasar pengalaman di lapangan, kerja kelompok kurang efektif selama pembelajaran daring.

Beberapa langkah sederhana tersebut utamanya terletak pada langkah resume materi dan LKS. Oleh sebab itu dalam menyusun ke dua hal tersebut dituntut memahami pokok-pokok materi dan kemampuan guru mencermati celah-celah materi yang relevan untuk dikembangkan dalam berpikir kritis.

Sebagai sebuah langkah, cara tersebut tidak mungkin bisa mencapai 100 % keberhasilan. Namun berdasar pengalaman di lapangan langkah tersebut bisa mencapai tingkat partsisipasi 80 % dan memenuhi indikator keberhasilan 70 %. 

Data tersebut tentu didasarkan pada kualitas berpikir kritis peserta didik dalam mengerjakan tugas guru melalui LKS yang dikumpulkan melalu WA group kelas. Semoga bermanfaat!

Referensi:

  • Suprijono, Agus.2016. Model - Model Pembelajaran Emansipatoris.Pustaka Pelajar.Yogjakarta
  • Asmani, Ma'mur, Jamal.2012. 7 Tips Aplikasi PAKEM: Menciptakan Metode Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.Diva Pers.Yogjakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun