Banyak sudah penelitian yang menyatakan bahwa merokok itu dapat merusak kesehatan. Fakta bahwa rokok itu berbahaya juga diakui oleh pabrik rokok itu sendiri, hal ini bisa dilihat dari peringatan keras yang terdapat dalam bungkus rokok. Apalagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang tembakau yang mengatur tentang area peringatan kesehatan bergambar “seram” seluas 40 persen di depan dan belakang kemasan rokok. Tapi sayang PP ini belum juga diaplikasikan.
Ternyata, rokok tidak hanya merusak kesehatan, tapi juga merusak keimanan. Looh kok bisa? Setidaknya hal ini berdasarkan pengamatan langsung selama bulan Ramadhan di lingkungan tempat saya bekerja. Bulan ramadhan menjadi pembuktian keimanan kita, karena hanya orang-orang yang berimanlah yang akan memenuhi panggilan Allah SWT untuk melaksanakan shaum Ramadhan (Q.S: Al-Baqoroh:183).
Selama Ramadhan berlangsung, masih ada saja sebagian rekan-rekan kerja saya yang muslim tidak sanggup memenuhi panggilan Allah dalam Surat Al-Baqoroh ayat 183 tersebut. ‘Fenomena’ ini terlihat saat jam istirahat. Mereka bukannya pergi menuju Masjid kantor untuk minimal sholat atau tilawah Al-Qur’an, tapi malah merapat ke kantin belakang kantor.
Apa yang dilakukan mereka? Ternyata mereka sedang menikmati sebatang rokok ditemani segelas kopi. Ketika ditanya mengapa tidak puasa.
“Saya bisa menahan lapar, tapi tidak bisa menahan diri untuk tidak merokok,” jawab seorang dari mereka.
Jawaban ini menjadi bukti bahwa, ternyata sebatang rokok mampu mengalahkan keimanannya (maaf ya bukan bermaksud menjustifikasi), dia lebih mengutaman rokok daripada memenuhi panggilan untuk berpuasa. Benar juga puisi Budayawan Taufik Ismail yang berjudul “Tuhan Sembilan Senti”.
Di mata jamaah tuhan ini, rokok telah menjelma menjadi ‘tuhan baru’. Dia akan merasa bersalah (baca tersiksa) jika belum bertaqorub dengan ‘tuhan’ ini. Karena itu, ketika ada panggilan hati, dia akan bergegas memenuhi panggilan tulan sembilan centi ini. Dimana saja dia bisa ‘beribadah’, di kantin, di WC, di tangga, di ruang kantor dll.
“Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,” begitu penggalan puisi Taufik Ismail.
Semoga, ‘fenomena’ ini tidak terjadi di lingkan kerja sobat kompania sekalian.***
Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga kita menjadi hamba yang bertaqwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H