Walau terlahir di ibu kota negara alias Jakarta, bagi saya desa merupakan tempat yang tidak kalah istimewa. Terlebih lagi jika melihat kondisi Jakarta (dan kota-kota besar lainnya) yang kian sumpek dan panas. Tiap hari hati dibikin dongkol oleh masalah kemacetan yang seolah tak berkesudahan. Telinga ini pun sering terusik oleh bisingnya suara kendaraan yang terus berlalu-lalang. Belum lagi kentalnya bau asap polusi yang ditimbulkan oleh bajaj dan pabrik industri pengolahan. Lengkap sudah penderitaaan sebagai masyarakat kota Jakarta.
Itulah sebabnya bagi saya pribadi terkadang heran, kenapa banyak orang-orang yang justru nekat memilih melakukan urbanisasi ke kota-kota yang notabene sumpek dan panas. Padahal di desa suasananya begitu sejuk, nyaman, bebas macet, tidak ada kebisingan dan yang jelas apa-apa bisa tinggal metik. Ya setahu saya selama ini memang masih jarang sekali dijumpai pabrik ataupun lapangan pekerjaan yang ada di desa. Mungkin itu menjadi salah satu pendorong warga desa hijrah ke kota, yang akhirnya membuat angka urbanisasi semakin tinggi.
Ironisnya, mereka yang melakukan urbanisasi itu kebanyakan hanya bermodalkan nekad dan tanpa keterampilan khusus. Akhirnya di kota hanya menjadi gelandangan ataupun pengangguran terselubung yang kian meresahkan. Bahkan ada yang saking frustasinya terjerumus menggeluti pekerjaan haram. Ironis memang, namun lagi-lagi entah kenapa tiap tahun selalu ada peningkatan jumlah warga desa yang hijrah ke kota. Demi mengejar mimpi yang belum pasti.
Berbeda dengan Jakarta dan kota-kota besar lainnya, saya kira di desa sebenarnya lebih menjanjikan kehidupan yang harmoni. Kebetulan nenek dan kakek saya tinggal di pedesaan, tepatnya daerah kabupaten Purworejo – Jawa Tengah. Di Purworejo saya merasakan kehidupan masyarakat yang begitu harmoni, tepo seliro (saling menghormati), dan masih melestarikan adat budaya leluhur. Seperti halnya upacara tedhak siti, ngunduh mantu, sambatan, miwiti, ngendhong (tirakatan) dan seterusnya. Purworejo sendiri merupakan daerah pedesaan agraris di Jawa Tengah bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Provinsi DI Yogyakarta dan Samudera Hindia.
Di Purworejo tempat tinggal nenek dan kakek saya itu terbentang luas hamparan sawah yang seolah mengelilingi desa. Artinya desa kami berada di tengah-tengah hamparan sawah yang luas itu. Hingga banyak orang menyebutnya desa tengah pulau. Namun saya akui memang .sungguh pemandangan yang begitu indah, apalagi saat matahari terbit pada pagi hari yang cerah. Dari depan rumah saya bisa langsung menyaksikan sang mentari yang tersenyum dari balik bukit Menoreh. Ketika memandang ke arah utara desa kami, nampak menjulang dua gunung besar yaitu Sumbing dan Sindoro yang berdiri kokoh seolah kakinya ada di ujung hamparan sawah. Sungguh pemandangan yang sempurna di desa kami yang begitu sederhana. Desa yang membuat saya selalu rindu akan harmoni kehidupan di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H