Berdasar data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja mengaku telah melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen. Sementara dari data survey Kesehatan Reproduksi Remaja (15-19 tahun) oleh Badan Pusat Statistik (2009) tentang perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi menunjukkan fakta yang mencengangkan.
Data tersebut menyebutkan bahwa dari 10.833 remaja laki-laki yang disurvei, 72 persen diantaranya mengaku sudah berpacaran. Dan dari 72 persen itu diperoleh data 10,2 persen mengaku telah melakukan hubungan seks (seks di luar nikah). 62 persen mengaku telah melakukan petting. Sedang dari hasil survei terhadap 8.340 remaja putri diperoleh data 6,3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks bebas dengan pacarnya. 63 persen mengaku telah melakukan petting. Dan dari hasil survey tersebut diketahui bahwa kategori pelajar yang telah berpacaran mayoritas telah melakukan kissing (berciuman). Ada pula yang lebih suka berpegang-pegangan tangan ataupun menyentuh bagian tubuh tertentu yang sensitive.
Maraknya tindakan asusila dan pergaulan bebas (free sex) di kalangan pelajar akhir-akhir ini menjadi catatan hitam bagi dunia pendidikan Indonesia. Dari berbagai sumber menyebutkan betapa kini banyak pelajar khususnya di kota-kota besar yang telah melakukan hubungan seks pranikah. Lebih gawatnya lagi seks bebas itu kini telah menjadi semacam tren atau lifestyle pada beberapa kelompok pelajar. Dimana seorang pelajar akan dianggap “gaul dan hebat” oleh pelajar lainnya ketika berani melakukan seks bebas. Ini tentu merupakan sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan.
Jika dicermati maraknya tindakan asusila dan pergaulan bebas (free sex) di beberapa kelompok pelajar disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor penyebab utamanya yaitu minimnya pengetahuan seks yang benar dan terpadu dengan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini banyak sekolah yang masih kurang memahami dan tidak menyadari betapa pentingnya sex education untuk para peserta didiknya. Sehingga para pelajar yang begitu penasaran akan pengetahuan seks akan mencari tahu sendiri informasi terkait seks melalui berbagai media. Dan seringkali informasi tentang “seks” yang diperoleh hanya sebagian dan sesat pula. Sehingga membuat beberapa pelajar terjerumus untuk mempraktikan hubungan seks bebas pranikah.
Maka dari itu kini perlu ditekankan kembali pentingnya sex education pada setiap sekolah. Perlu dipahami bahwa sex education ini bukan berarti untuk mendorong anak didik mempraktikan perilaku seks dengan lawan jenisnya. Namun justru untuk mencegah dan melindungi anak didik/ para pelajar dari segala tindakan yang mengarah seks bebas. Sex education bertujuan membekali para pelajar terkait informasi dan pembelajaran seks yang benar.
Pada akhirnya sex education sangatlah penting untuk memberikan pemahaman kesehatan reproduksi dan seks yang benar kepada para anak didik/pelajar. Setiap sekolah dan para pendidiknya harus menyadari bahwa pada era sekarang ini pendidikan seks sangat penting untuk mengawal tumbuh kembang anak remaja. Maka dari itu perlu adanya kebijakan terkait masuknya pendidikan seks ke sekolah. Pendidikan seks (sex education) juga menyangkut tentang Kesehatan Reproduksi Remaja yang menjadi program BKKBN. Maka sebaiknya sekolah juga bekerjasama dengan BKKBN maupun dinas terkait lainnya. Pendidikan seks di sekolah bisa juga berbasiskan komunitas sekolah yang diisi kegiatan diskusi rutin, maupun pembelajaran terkait pemahaman seks yang benar. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H