Setiap aku melewati perempatan besar Sagan-Jogja, ada banyak hal menarik yang aku jumpai di sana. Di samping barisan kendaraan bermotor yang selalu memadati jalan, juga ada banyak hal yang menarik untuk kita simak bersama. Para pengendara di sana harus rela berbagi jalan dengan ojek becak, pengguna sepeda onthel, bahkan para pedagang asongan yang sedang melintas membawa grobak dagangannya. Terkadang banyak yang merasa kesal karena itu semakin memperparah kemacetan di jalan yang memang aku akui cukup sempit.
Setiap berhenti pada saat lampu merah di perempatan Sagan itu aku juga selalu melihat ada beberapa anak kecil dan orang tua yang (maaf) meminta-minta atau bahasa kasarnya mengemis kepada para pengendara sepeda motor maupun mobil. Dan yang aku heran setiap lewat disana ternyata orangnya ya itu-itu saja setiap hari, seolah itulah pekerjaan tetap mereka. Ingat, ini tidak boleh ditiru ya! Hehe…
O.. ya mungkin para pembaca sekalian agak bingung dan bertanya-tanya mengapa kok jadi nggak nyambung sama judulnya?! Okelah kalo begitu, memang ulasan di atas sedikit menyimpang dari judul yang aku ambil, yakni “Manusia Setengah Banteng?”. Ini hanya sekedar share berbagi cerita kepada para pembaca sekalian bahwa itulah sebuah realita kehidupan dalam negeri ini. Di samping itu memang agar tulisannya agak punjangin dikit sih, maklum ide lagi mentok, hehehe. Sebenarnya ini memang masih terkait dengan bahasan judul aku tadi. “Manusia Setengah Banteng?!
Mungkin di hati Anda para pembaca sekalian yang budiman bertanya-tanya memang ada ya Manusia Setengah Banteng itu? Dan siapa Manusia Setengah Banteng itu? Atau jangan-jangan Anda sekalian termasuk Manusia Setengah Banteng itu? Mari ikuti terus kelanjutan tulisanku ini untuk menemukan jawaban atas kepenasaran Anda sekalian (bagi yang penasaran sih, hehehe), walau mungkin berat rasanya (alah! jadi lebay?$). Okey, sebelumnya mari buka mata hati, buka fikiran, dan buka nurani kita. Tapi awas, nggak perlu buka yang aneh-aneh ya, inget lagi puasa coy! Hehehe…
Ya sudah to the point saja ni ya, soalnya kalau terlalu panjang lebar entar takutnya jadi ketemu luas deh (hehehe). Jadi ide menulis tentang Manusia Setengah Banteng ini muncul ketika aku sedang berhenti saat lampu merah, tepatnya di perempatan Sagan-Jogja yang telah aku berikan sedikit gambarkan pada pembahasan di atas. Nah ketika itu tiba-tiba mataku terpana pada sebuah spanduk besar yang terpasang di seputar perempatan itu yang menuju ke kampus UGM. Memang banyak sekali spanduk yang terpampang disana, dari yang penting hingga tidak penting sekalipun. Namun sebuah spanduk yang satu ini benar-benar telah menyentil sekaligus menyinggung batin kecilku.
Rasanya agak malu bercampur pingin ketawa ketika ku mencoba membacanya lebih jelas lagi. (Bagi para pengendara yang lain ini tak layak dicontoh ya, takutnya ntar dikira gila gara-gara ketawa-ketiwi sendirian kaya aku, ckckck…). Pada intinya spanduk itu bertuliskan sindiran kepada kita semua yang sering menerobos lampu merah. Nah sekarang sudah ada sedikit gambaran kan? Jadi yang aku maksudkan sebagai “Manusia Setengah Banteng” itu ya kita-kita ini yang seringkali dengan sengaja menerobos lampu merah saat berkendara di jalan.
Kalau difikir-fikir ada benarnya juga lho, coba aja tanya sama mas/mbak banteng, hehehe. Kita semua tahu, banteng merupakan binatang yang sangat sinis dengan warna merah. Sehingga banteng akan bertindak seolah melawan warna merah, menyeluduk apapun yang berwarna merah. Nah dalam hal ini jika kita para pengendara motor suka menyeluduk atau menerobos lampu merah berarti bisa dibilang “mau menyamai banteng”. Masih gak percaya juga?!, silahkan kunjungi langsung perempatan besar lampu merah di Sagan-Jogja. Wkwkwk…
Aku yakin dan percaya tidak ada diantara kita yang mau disamakan dengan sifat binatang banteng? Memang sih banteng itu termasuk binatang yang gagah, berani, berwibawa, dan disegani. Namun banyak yang membencinya karena suka menyeluduk dan menakutkan. Tentu diantara kita tidak ada yang mau mendapat gelar sebagai “Manusia Setengah Banteng”, atau MSB, ckckck. Nah kalau begitu mari hilangkan kebiasaan menyeluduk atau menerobos rambu lampu merah saat di jalan, karena suka menyeluduk atau menerobos yang berwarna merah itu adalah sifat dari binatang banteng.
Intinya marilah kita berdisiplin dalam berlalu-lintas. Taatilah segala peraturan serta rambu-rambu yang ada, toh itu semua tidak lain dibuat demi keselamatan kita bersama. Nah satu lagi, jika mau belok atau menyalip sebaiknya kita kasih kode kepada pengendara lainnya. Ini sebagai wujud sopan santun dan kepedulian kita terhadap pengendara lain. Jangan seperti binatang banteng yang suka nyerobot begitu saja. Jangan mau menjadi manusia yang bergelar MSB (Manusia Setengah Banteng). Mari raih gelar sebagai Manusia Mulia (MM). Budayakanlah tertib, santun dan disiplin dalam berlalu-lintas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H