Mohon tunggu...
Cinta Najwa
Cinta Najwa Mohon Tunggu... -

seorang pemuja cinta

Selanjutnya

Tutup

Money

Djarum (Juga) Banyak Berperan Untuk Indonesia

29 Mei 2011   06:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:05 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena terinspirasi dengan legenda bulutangkis kita, Liem Swie King, seorang anak dari pelosok desa berjuang mati-matian dengan modal yang minim untuk bisa menjadi atlet bulutangkis. Tak peduli raket kayunya rusak, tak peduli ia harus berlatih fisik dengan ayahnya, anak itu mempunyai mimpi untuk menjadi yang terbaik. Hingga akhirnya ia mampu mewujudkan cita-citanya dengan masuk di sebuah sekolah bulutangkis terkenal di Kudus, yakni PB Djarum.

Itulah sekelumit cerita dari film KING (2009), garapan Ari Sihasale. Film ini meski dibiayai oleh Djarum, tapi tidak mengajarkan seseorang untuk merokok. Justru film ini mengajarkan nilai-nilai positif untuk anak-anak, agar dalam mencapai suatu cita-cita, memiliki sikap pantang menyerah dan terus berusaha.

Saya bukan perokok, bukan penjual rokok dan tidak senang dengan orang yang merokok. Namun, sebagai warga negara Indonesia, saya mengakui kiprah grup Djarum dalam ikut serta membangun negeri ini. Terkait cerita di atas, saya bangga dengan kiprah pemain-pemain bulutangkis kita yang mendunia. Selama ini PB Djarum telah menelurkan pemain-pemain hebat macam Liem Swie King, Hastomo Arbi, Haryanto Arbi, Ardi B Wiranata, Ivana Lie dan Alan Budikusuma yang menorehkan sejarah dengan meraih medali emas pertama untuk Indonesia di kancah olimpiade.

Dengan pembinaan yang berjenjang sejak usia anak-anak, Djarum menjadi salah satu impian anak-anak Indonesia untuk menempa dirinya menjadi atlet bulutangkis yang tangguh. Setiap tahun PB Djarum menggelar audisi umum untuk mencari bakat-bakat unggulan yang pantas untuk dibina.

Di luar bulutangkis, Djarum juga telah berkiprah di dunia pendidikan. Mereka setiap tahun memberikan beasiswa bagi para mahasiswa. Menurut data di situsnya, beasiswa Djarum telah dinikmati oleh 6.300 mahasiswa terpilih dari 73 perguruan tinggi dan 24 provinsi di seluruh Indonesia. Tak hanya biaya pendidikan, Djarum juga membekali penerima beasiswa dengan pelatihan soft skill, kepemimpinan  dan bekal lainnya.

Sekali lagi, saya bukan perokok, bukan penjual rokok dan tidak suka orang yang merokok. Namun, saya tidak menutup mata bahwa Djarum juga menghidupi negeri ini. Selain menghidupi ribuan karyawannya, mereka jugamensponsori kegiatan olahraga, seperti sepak bola, bulutangkis dan olahraga petualangan. Mereka juga telah memberikan hiburan dengan mensponsori bermacam kegiatan musik.

Ketika saya melihat ada semacam penolakan atas iklan Djarum di Kompasiana, saya sadar bahwa posisi saya bukan di pihak yang menolak. Toh konten iklan itu juga tidak semata-mata mengajari seseorang untuk menghisap rokok. Justru konten iklan itu mengajak kita untuk kreatif dan melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Sebuah iklan rokok di Indonesia sekarang dilarang menampilkan visual tentang kegiatan merokok. Maka saya tidak yakin jika aktifitas merokok semata-mata karena iklan. Seorang anak yang kadung kecanduan rokok biasanya disebabkan karena pergaulan. Mereka takut dianggap banci atau sejenisnya jika tidak ikut merokok. Jadi faktor lingkungan, sekolah dan keluarga justru yang utama dalam hal menularkan kecanduan rokok.

Saya melihat, masih gencarnya iklan rokok itu bukan berarti mereka mengajak orang yang belum merokok untuk kemudian ikut merokok. Justru iklan bagi perusahaan mapan macam Djarum atau Sampoerna, mengandung manfaat lain karena mereka selalu mendukung kegiatan-kegiatan kreatif dan positif. Sementara bagi produk-produk rokok baru, iklan mereka adalah membidik kalangan yang sudah terlanjur merokok. Produk baru beriklan untuk menggoda para perokok merek lain untuk mencoba merek baru mereka. Setahu saya, seseorang menikmati rokok dengan merek tertentu karena kebiasaan atau merasa cocok. Tidak mudah misalnya, pecandu Djarum Super beralih ke A Mild milik Sampoerna (maaf sebut merek).

Jadi kalau ada justifikasi bahwa iklan rokok akan mengajak pecandu-pecandu rokok baru, saya kurang setuju dengan hal itu. Saya bukan perokok, bukan penjual rokok, dan tidak suka orang merokok. Tapi saya merasa kehadiran perusahaan semacam Djarum sudah berbuat banyak untuk kita. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun