Sejurus nampak aku berseri di tengah hiruk pikuk teriakan dan sorotan kamera, video, recorder kaum jurnalis KPK. Kerumunan mereka bak ikan kelaparan yang membuatku betah. Di tengah-tengah itu, hadirlah senyum seorang jelita. Menghiasi ragam ambisi pengungkap fakta. bahkan semakin membuatku makin betah. Akhirnya, kucoba berspekulasi mengungkap tanya dengan senyum itu. Entah mau berhasil atau tidak. Tak ada urusan dia memiliki perasaaan yang sama atau tidak. Namun ini Baru Langkah Pertama yang kulakukan. Perlahan kumelangkah namun angin badai itu  terlalu kencang menghembuskan  gosip tak resmi yang membuatku sedikit semringah dan tak hentinya aku terkagum-kagum akan parasnya yang unik. Entahlah dengan hatinya. apakah sama? aku tak tahu. Sepintas tanda-tanda suka itu nampak dari lirikan dan sorotan matanya. Begitulah aku menafsirkan. Semoga saja benar," harapku. Begitu riang namun malu. Aku yakin itu yang kami rasakan dalam waktu bersamaan. ohhh.. tapi kenapa langkahku terhenti?. Rupanya ada kicauan mereka yang tak ingin aku mendekatinya dengan alasan perisainya telah tegak berdiri di sampingnya. Namun niat itu  aku paksakan demi hasrat suci ini. Rasa tak percaya pun menghinggapiku. Sehingga aku semakin nekad untuk menjemputnya. Namun rupanya niatku kurang berharga. kicauan mereka lebih bertahan daripada  niat tulusku itu. Dia pun pergi berpaling. Wajah berseri manis itu pun hilang seketika. Dia tidak punah namun kegalauan tingkat tinggi terus menggerus dadanya. Halaman dan di ruang tongkongan para jurnalis KPK pun muram semuram tanah di musim kering... Namun kabar terbaru berhembus, bahwa jelitaku itu ada di seberang sana... dia berada di tanah kehormatan dan penuh rahasia... Sebenarnya apa yang ada dalam hati dan pikirannya? ia tak pernah bicara padaku. Yang pasti,  langkah belum berakhir. INI BARU HALAMAN PERTAMA....bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H