Mohon tunggu...
Gerakan Cinta Jakarta
Gerakan Cinta Jakarta Mohon Tunggu... -

Gerakan Cinta Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gue Orang Jakarta

22 Mei 2011   15:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:21 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warga Jakarta, mari merenung sejenak. Kira-kira apa yang kurang di kota kita ini?
Jakarta memiliki semua syarat untuk menjadi sebuah kota internasional yang modern, maju, sejahtera, dan nyaman untuk ditinggali. Jakarta adalah etalase, atau ruang depan bangsa yang seharusnya layak dibanggakan. Jika menengok Jakarta, orang sudah bisa membayangkan seperti apa negara ini dikelola dan ditata.
Tentu kita tidak ingin membanggakan sebuah serambi republik yang penuh dengan superblok dan ruang-ruang komersil dalam kondisi oversupplied. Sebuah kota yang konon memiliki pusat perbelanjaan modern terbanyak di dunia, tetapi juga mempertontonkan kekumuhan dan kemunduran kualitas hidup manusia di lokasi yang hanya berjarak beberapa puluh langkah dari sana. Pasti bukan pula kemacetan, banjir, polusi, dan buruknya pelayanan publik yang akan diangkat sebagai sebuah kebanggaan.
Kalau saja kita merenung sejenak, mungkin bisa merunut pangkal masalah dari ketidakmampuan Jakarta menjadi kota yang nyaman. Padahal, di Jakarta berkumpul seluruh potensi terbaik bangsa ini. Sumber daya manusia terbaik, orang-orang pintar, para ahli berkumpul di sini. Di Jakarta juga berkumpul sumber daya finansial yang besarnya alang-kepalang. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri memiliki dana 27 triliun untuk digunakan membenahi kota. Dan jumlah itu meningkat setiap tahunnya. Jangan pula sampai ada yang bilang Jakarta tidak memiliki srategi dan teknologi untuk menata kota. Kita punya, tersedia, dan jumlahnya banyak.
Lalu apa yang kurang? Sekali lagi ini bukan soal kemampuan, tapi kemauan. Ketidakmauan yang berbuah ketidakmampuan. Ada satu hal yang absen dari kehidupan warga maupun dalam pikiran pemerintah, yaitu rasa memiliki, menganggap Jakarta sebagai rumah sendiri, bukan rumah singgah.
Konsepsi ini sederhana, tetapi tak mudah untuk diwujudkan. Karena sudah terlanjur berkarat dalam ketidakberesan, warga kota dan pemerintah seolah-olah imun, kebal terhadap segala persoalan kota. Padahal, kondisi itu harusnya membuat kita sakit secara mental maupun sosial. Namun efek terburuk dari imun tadi adalah ketidakpedulian.

Seandainya kereta terlambat 30 menit, masih banyak yang bersyukur karena tidak harus menunggu selama 1 jam. Ketika menjalani macet yang menyia-nyiakan waktu, warga Jakarta masih bisa menerima selama tidak menghabiskan waktu seharian. Bau gotpun tidak lagi membuat mual, terbukti ribuan orang setiap hari berjubel menyantap makanan di pinggir selokan yang menghitam dan mengeluarkan bau tak sedap.Kita imun, dan tak punya kepedulian untuk memperbaikinya.
Jadi, hari ini kita harus mulai dari titik start yang benar. Sebelum merencanakan sebuah konsep pembangunan dengan segala kerumitan dan kecanggihannya, kita warga Jakarta perlu mengubah cara pikir.

Selama para penghuni Jakarta masih menganggap Jakarta sebagai tempat persinggahan, rumah kontrakan, mungkin memang sulit untuk berharap perbaikan. Ketidakpedulian adalah penghambat terbesar Jakarta untuk berbenah. Namun, jika kita mulai sadar bahwa kota ini milik kita, rumah kita, ada harapan besar semua warga bersedia menata, mempercantik, dan membuatnya sebagai tempat tinggal yang nyaman.
Dalam rangka itulah kami hadir. Gerakan Cinta Jakarta ingin memulai dengan meluruskan cara pandang. Jakarta adalah tempat bertemunya seluruh etnis dan budaya nusantara, bahkan juga dari luar nusantara. Sejarah Jakarta dari berabad-abad lalu memang seperti itu. Namun yang belum terjadi adalah, saat di mana seluruh penghuni Jakarta mengatakan,

“Inilah rumah saya, tempat tinggal saya, Karena saya orang Jakarta!”

tulisan ini adalah editorial, bisa dibaca di Koran Cinta Jakarta edisi april,

akses di www.cintajakarta.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun