Mohon tunggu...
Gerakan Cinta Jakarta
Gerakan Cinta Jakarta Mohon Tunggu... -

Gerakan Cinta Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jakarta Rumah Kita

23 Mei 2011   05:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:20 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai magnet ekonomi yang besar, wajar jika Jakarta menjadi pusat urbanisasi di negara ini. Ibarat seorang Ibu, Jakarta tidak pernah memilih-milih anak (warga) yang datang kepadanya. Sekarang, Jakarta menjadi rumah lebih dari sembilan juta warganya, dan juga memberi makan  penduduk yang  tinggal di wilayah Megapolitan Jadebotabek yang jumlahnya lebih banyak lagi. Sekarang sang Ibu sudah mulai menua. Ibukota kewalahan menampung jumlah penduduk yang ada. “Jakarta sudah overloaded. Apapun pembangunan yang dilakukan di Jakarta sekarang akan menimbulkan masalah” tutur Yayat Supriatna, ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Jakarta. Kurangnya rasa kepemilikan (sense of belonging)sebagai rumah terhadap Jakarta dipastikan menjadi salah satu masalah dasar. Ibukota kerapkali hanya dipandang sebagai rumah singgah untuk mencari uang. Akibatnya, partisipasi warga dalam pembangunan dan penjagaan Jakarta menjadi kurang. Pemerintah DKI Jakarta kerap mengeluh, kurangnya partisipasi warga ini memang menjadi momok bagi penataan Ibukota. Contohnya, Wakil Gubernur Prijanto awal bulan ini di Balaikota mengkritik masyarakat atas mandeknya tingkat hunian di Rumah Susun. “Mereka susah diajak pindah meski disediakan tempat” ujarnya. Menyoal kurangnya partisipasi warga tersebut, banyak pihak menilai menyalahkan warga bukan tindakan yang tepat. Tantowi Yahya, anggota DPR RI menilai perlunya pencarian terhadap akar permasalahan dari kurangnya partisipasi warga tersebut. “Salah satunya, adalah rasa kepemilikan terhadap kota sebagai rumah bagi para warga kota.” ucapnya. Rasa kepemilikian ini, menurut Tantowi memiliki dua sisi. “Seperti susahnya memindahkan warga ke Rusun. Karena warga merasa tempat tinggalnya sekarang adalah rumah mereka, dalam skala kecil”. Lebih lanjut, Tantowi menilai, rasa memiliki rumah ini harus dibesarkan, “Kita harus melihat Jakarta ini sebagai rumah” katanya. Pernyataan Tantowi beralasan, sebuah rumah selayaknya menjadi tempat yang paling nyaman bagi penghuninya. “Jika warga menganggap ini rumah, tentunya tidak akan buang sampah sembarangan. Tentu pula, mempunyai kerelaan yang tinggi demi pembangunan dan keindahan ibukota. Asalkan rakyat dan pemimpinnya saling percaya, sama-sama cinta akan Jakarta” jelasnya. Ditelisik ke bawah, pendapat Tantowi tersebut terbukti. Kecintaan yang besar  bisa membuat perubahan di Jakarta. Bang Idin, tokoh pembersih Kali Pesanggrahan, mengaku apa yang ia lakukan untuk Jakarta adalah bukti kecintaannya pada Jakarta. “Gue cinte Jakarta, ini rumah Gue,” pungkasnya. (CintaJakarta April) www.cintajakarta.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun