Mohon tunggu...
fitri puspita hapsari
fitri puspita hapsari Mohon Tunggu... -

kunci yang menanti gembok untuk membuka pintu kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta,Keyakinan dan Imajenasi

21 Januari 2011   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:20 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi menjelang….sinar mentari pagi menghangatkan alam dan seisinya…suaraadza subhu membanggun aku dari tdur malamku. Sejenak aku larut dalam heningnya alunan fajar bersama sujudku berusaha menenangkan diri yang beberapa bulan ini kurasakan sangat tergunjang.

Aku seperti kehilangan arah, semakin larut dalam imajenasi yang terus dan terus kubangun dalam duniaku. Berhasil mengacaukan keadaan sekitar adalah sesuatu yang tak pernah kusadari. Jujur ini benar-benar tak pernah ada dalam duniaku. Aku yang begitu menginginkan kedamaian tanpa harus ada perselisihan namun apa yang terjadi ketika ku sadari banyak peraturan dan hukum yang membatasi impianku menjadi kenyataan.

Aku memulai dari awal sebagai diriku. Aku yang berjalan mencari dan mencari sesuatu yang tak ku ketahui, memerankan sejuta peranan sebagai orang lain dalam imajenasiku. Membangun dan membangun sejuta karekter semata-mata mencari kedamaian bersama karakter yang ku cari. Tapi sejauh ini semua karekter itu tak cukup membuatku merasakan kedamaian itu. Mereka benar-benar tak punya kemampuan seperti yang ku inginkan. Mungkin mereka berhasil membawaku pada masa laluku, tapi mereka takan pernah bisa mengarahkan aku pada masa depanku. Sedangkan aku sendiri telah binggung untuk membangun karekter baru yang kuharap bisa mendampingiku menelusuri hari-hari indahku ke depan, meraih sejuta cita-cita dan harapan menjadi kenyataan.

Aku benar-benar mengharapkan karekter yang bisa memahami duniaku, dunia yangtak bisa dipahami orang lain. Beberapa bulan lalu kutemukan karakter itu. Perlahan-lahan impian itu terwujud, namun atas kebodohanku dengan gampangnya ku ikuti alur cerita yang salah. Tak ada yg salah hanya aku yang tak sunggup keluar dari banyangan imajenasiku, aku terjebak dalam pemikiran perbedaan keyakinan. Itu yang paling ku benci,kenpa dan mengapa harus selalu mereka perdebatkan masalah keyakinan. Bukankah keyakinan seseorangitu takbisa dipaksakan, mungkin ada aturan,hukum dan adat yang membatasi tapi pada intinya kita kembali pada satu penciptaan yaitu satu Dzat yang maha mengetahui hidup dan mati kita.

Aku lelah dengan semua perdebatan yang ada. Yang ku inginkan hanyalah menjadi icon perdamaian. Mencari solusi mendamaikan keadaan tanpa harus memaksa keyakinan seseorang, biarlah mereka dengan caranya menemukan Tuhan mereka. Dan aku dengan keyakinanku menanti harapan itu menjadi nyata.

Satu langkah lagi mungkin harus ku lakukan. Bertahan menanti janji itu, janji pangeran gombalku,teman imajenasiku untuk mewujudkan imajenasi menjadi kenyataan,membangun masa depan dengan cita-cita kami masing-masing tanpa harus mengubah apa yang tlah kami temukan. Aku mencintai dia namun itu hanya bisa ku wujudkan dalam imajenasiku. Aku tak punya kuasa untuk mewujdkan impian-impian itu. Mungkin hanya Tuhan dan tangan-tangan Tuhanlah yang akan mengabulkan impianku. Amien

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun