Mohon tunggu...
Cinta Andini
Cinta Andini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pilkada 2024: Antara Pemotongan Jabatan atau Bentuk Keserentakan?

14 Juni 2024   11:52 Diperbarui: 14 Juni 2024   12:20 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di Indonesia, untuk memilih wakil rakyat telah diatur dalam peraturan perundangundangan yang dapat dipedomani sebagai aturan pelaksanaan pemilihan tersebut. Aturan itu sendiri dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Komisi Pemilihan Umum dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum. Dalam pemilihannya terdapat 2 (dua) jenis yaitu terdapat Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan/Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pemilihan serentak yang dilakukan seluruh rakyat yang telah memenuhi syarat kriteria pemilih untuk memilih wakil rakyat yang meliputi Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan Pemilihan/Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan pemilihan serentak yang dilakukan seluruh rakyat yang telah memenuhi syarat kriteria pemilih untuk memilih wakil rakyat di tingkat daerah yang meliputi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. 

Selain itu, regulasi yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan tersebut juga berbeda dimana Pemilihan Umum (Pemilu) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, sedangkan Pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. 

Seperti kita ketahui bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) telah kita laksanakan pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 secara serentak yang telah dilaksanakan secara tertib dan damai. Pemilihan ini dilakukan sesuai tahapan yang dijadwalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilihan. Pemilihan ini dilaksanakan karena akan berakhirnya masa jabatan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif yang telah menjabat pada pemerintahan selama 5 (lima) tahun 

Namun, beda halnya dengan Pilkada ini akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 November 2024 mendatang. Penetapan mengenai Pilkada berlangsung bulan November telah tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari menyebutkan bahwa sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota akan melakukan pilkada serentak tahun ini. Pemilihan ini juga dilaksanakan karena masa berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang telah menjabat selama 5 tahun dalam pemerintahan. Tetapi terdapat beberapa pejabat kepala daerah yang masa jabatannya tidak sampai pada 5 tahun yaitu hanya 3,5 sampai 4 tahun yang terkait dengan pilkada serentak 2024. Di Jawa Timur sendiri terdapat beberapa pejabatnya yang masa kepemimpinannya tidak lebih dari lima tahun diantaranya Kepala daerah Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kota Blitar, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Sumenep. 

Kepala daerah tersebut terpilih pada Pilkada 2020 lalu dan akan berakhir hingga 31 Desember 2024. Seharusnya masa berakhirnya jabatan para kepala daerah tersebut hingga tahun 2026 karena pelantikannya pada 2021. Han ini tentunya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 162 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang yang berisi bahwasannya kepala daerah memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya 1 kali masa jabatan. Pilkada serentak 2024 ini juga telah diatur dalam Undang-Undang yang sama dalam Pasal 202 Ayat (7) yang menyatakan Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024. 

Hal tersebut tentunya menuai banyak protes dari beberapa kepala daerah terkait dengan terpotongnya masa jabatan karena pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada November 2024. Terdapat 13 kepala daerah mengajukan uji materiil Pasal 201 Ayat (7), Ayat (8), dan Ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang menyatakan Kepala Daerah yang terpilih pada pilkada 2020 akan menjabat hingga bulan November 2024 dan diangkatnya pejabat kepala daerah sampai terpilihnya kepala daerah melalui pemilihan serentak 2024 untuk mengisi kekosongan jabatan. 

Dalam perkara nomor 27/PUU-XXII/2024 menyatakan agar diujinya Pasal 201 Ayat (7), Ayat (8), dan Ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada dan para kepala daerah tersebut meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memberlakukan keserentakan Pemilihan dan mengatur ulang jadwal Pilkada 2024 karena merasa dirugikan terkait masa jabatannya yang terpotong kurang lebih satu tahun. Moh Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar) juga mengatakan khawatir mengenai proses pembangunan di daerah yang akan terganggu atau terputus ketika kepala daerah belum menyelesaikan masa kepemimpinannya 

Dalam amar utusan perkara nomor 27/PUU-XXII/2024 MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Dalam putusannya MK menilai Pasal 201 Ayat (7) menyatakan kepala daerah yang terpilih pada pilkada 2020 menjabat hingga 2024 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 tidak mempunyai kekuatan hukum. MK juga memerintahkan norma pasal tersebut diubah menjadi kepala daerah yang terpilih pada pilkada 2020 menjabat sampi dilantiknya kepala daerah yang telah dipilih secara serentak tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 tahun masa jabatan. Berkenaan dengan Pasal 201 Ayat (8) menyatakan pemohon meminta pilkada serentak dilaksanakan dua gelombang untuk beberapa daerah yang kepala daerahnya telah menjabat 5 tahun tidak beralasan secara hukum yang megakibatkan berubahnya jadwal pemungutan suara serentak secara nasional. Selain itu dalil pemohon mengenai Pasal 201 Ayat (9) menyatakan pengisian kekosongan jabatan tidak relevan untuk dipertimbangkan secara lanjut tidak beralasan menurut hukum.

Dengan adanya regulasi tersebut tentunya tidak relevan antara korelasi aturan satu dengan lainnya, khusunya Pasal 162 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada dimana masa jabatan Kepala daerah menjabat selama 5 tahun setelah terhitung sejak tanggal pelantikan dengan Pasal 201 mengenai tahapan dan jadwal pemilihan kepala daerah akan dilaksanakan pada November 2024. Konsistensi antara Pasal 201 Ayat (7) dengan Pasal 162 Ayat (2) mengakibatkan terjadinya tumpang tindih norma yang mengatur masa jabatan dalam batang tubuh UU Pilkada. Hal ini tentunya bertentangan denga

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun