Mohon tunggu...
Cindy Fernanda
Cindy Fernanda Mohon Tunggu... Seniman - a psych student

lots in my head.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Toxic Positivity, Sikap Positif yang Beracun

10 September 2021   08:35 Diperbarui: 10 September 2021   09:04 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kalanya kata-kata seperti “jangan menyerah”, “positive vibes only”, “gapapa, masih banyak yang lebih susah dari lu kok” cukup ampuh untuk membangkitkan semangat kembali. Namun, sadar tidak sadar pikiran itu justru membuat kamu yang berkata semakin merasa kecil diri. 

Istilah toxic positivity sekarang semakin didengar di kalangan remaja. Kita selalu ditanam mindset seperti "jika kamu tetap positif, semua akan baik-baik saja, jadi sabar dan jangan menyerah" seolah-olah kamu menghapus perasaan negatif yang ada di dalam dirimu dengan mencoba untuk tetap positif.

Perasaan negatif yang ada di dalam diri membuat manusia sadar akan perasaannya. Dampak kalau kita selalu positif setiap saat yaa dapat berakhir menjadi racun (toxic). 

Dampak positif lainnya adalah :

  1. Tidak sadar dengan emosi yang dirasakan

Karena terlalu sering melawan emosi negatif dengan positif, alhasil diri sendiri tidak tahu yang mana baik untuk dirinya yang mana tidak. Menekan emosi seperti ini meningkatkan kadar stres dalam diri karena merasa harus dalam keadaan baik setiap saat. 

  1. Cenderung menjadi orang yang tertutup

Selalu menyangkal perasaan negatif dengan positif, selalu merasa emosi kompleks adalah suatu aib sehingga tidak jarang tidak punya tempat untuk mencurahkan perasaannya. Pada situasi yang lebih parah, bisa berujung ke depresi. 

  1. Merasakan rasa malu terhadap emosi sendiri

Mereka yang selalu berpikir positif setiap saat akan menutupi perasaan malu atau perasaan negatif yang lainnya karena akan dianggap lemah oleh orang lain. Rasa malu adalah suatu rasa yang cukup menggangu dan itu wajar kok dialami oleh semua orang. 

Lalu bagaimana caranya untuk bersikap positif tanpa harus masuk ke toxic positivity?
Bagaimana cara yang tepat untuk menasehati teman untuk tetap semangat tetapi tidak terjerumus ke toxic positivity?

Hal utama yang harus kita sadari bahwa jika seorang mengalami perasaan negatif, yang ia ingin kamu lakukan pertama adalah validasi dulu perasaan mereka.
“Aku tau ini pasti berat buat kamu, gapapa kamu bakal aku temenin kok”
“Iya iya, nangis aja gapapa, kalau mau cerita, aku ada disini kok”
“Apa yang bisa kubantu buat bikin kamu lebih baik?”

Dengan validasi perasaan negatif, orang itu akan merasa wajar memiliki perasaan itu, bukannya malah dipotong perasaannya seperti
“Jangan nangis, banyak yang lebih susah diluar sana”
“Kalo aku bisa, masa kamu gabisa?”
“Yah baru begitu doang, ayo bangun, kamu pasti bisa”

Menerima fakta bahwa kamu atau mereka yang kamu nasehati sedang tidak baik-baik saja, itu adalah tahap dari pemulihan. Sama saja seperti seorang dokter yang harus melakukan pengecekan terhadap suatu penyakit sebelum menolong pasiennya. 

Jadi, sekarang kamu sudah tau apa itu toxic positivity. Di dunia ini benar-benar tidak ada yang sempurna. Kamu boleh untuk merasa sedih, itu hal yang sangat wajar. Percayalah kamu akan lebih tahu mengenai dirimu sendiri ketika kamu sadar perasaan apa saja yang sudah kamu lalui selama kamu hidup. 

Segitu dulu pesanku, sampai jumpa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun