Peristiwa Gerbong Maut adalah salah satu momen paling tragis dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kejadian ini tidak hanya menggambarkan kekejaman penjajah, tetapi juga menyoroti pengorbanan besar yang dilakukan oleh para pejuang demi kemerdekaan bangsa. Mari kita telusuri kisah menyedihkan namun heroik yang terjadi pada 22 November 1947 di Bondowoso, Jawa Timur.
Peristiwa ini bermula ketika pasukan Belanda berhasil menduduki Bondowoso pada 22 Februari 1947. Sebagai upaya untuk menumpas perlawanan rakyat, Belanda melakukan penangkapan besar-besaran. Penjara Bondowoso pun menjadi penuh sesak oleh para tahanan yang dianggap aktif dalam perlawanan. Akibatnya, Belanda memutuskan untuk memindahkan sekitar 100 tahanan dari penjara Bondowoso ke penjara Surabaya dengan menggunakan tiga gerbong kereta barang. Tanggal 22 November 1947, tepat pukul 05.15 pagi, para tahanan disuruh berbaris dalam empat banjar di depan penjara, kemudian berjalan menuju Stasiun Kereta Api Bondowoso.
Setibanya di stasiun, 100 pejuang ini dipaksa masuk ke dalam tiga gerbong barang yang sempit dan tidak layak untuk manusia. Gerbong pertama menampung 24 orang, gerbong kedua menampung 36 orang, sementara gerbong ketiga menampung 40 orang. Dua gerbong pertama memiliki ventilasi yang sangat minim, hanya berukuran 10-15 cm, sedangkan gerbong ketiga tidak memiliki ventilasi sama sekali.
Perjalanan menuju Surabaya memakan waktu 16 jam, dan sepanjang perjalanan, jeritan minta tolong dan permohonan air terdengar dari dalam gerbong-gerbong tersebut. Gerbong yang terbuat dari seng menyerap panas matahari, menciptakan kondisi yang sangat menyiksa bagi para tahanan. Keterbatasan ventilasi membuat oksigen di dalam gerbong menjadi sangat minim, sementara panas yang terperangkap menyebabkan suhu di dalam gerbong menjadi sangat tinggi. Namun, pasukan Belanda mengabaikan permohonan bantuan tersebut, menunjukkan ketidakpedulian terhadap nyawa para tahanan.
Setelah menempuh perjalanan panjang, Gerbong Maut akhirnya tiba di Stasiun Wonokromo pada pukul 20.00 WIB. Ketika petugas membuka gerbong dengan senjata teracung, tidak ada respons dari dalam. Pemandangan yang mengerikan menyambut mereka: para tahanan ditemukan dalam kondisi lemah, tak berdaya, dan sebagian besar sudah meninggal dengan kulit mengelupas akibat panas yang ekstrem. Para tahanan yang masih hidup dipaksa untuk mengeluarkan jasad rekan-rekan mereka yang telah gugur, sebelum akhirnya dipindahkan ke kamp Bubutan.
Dari ketiga gerbong yang digunakan dalam peristiwa ini, hanya satu yang masih ada, yaitu gerbong ketiga dengan kode registrasi GR10152. Pada tahun 1967, TNI Angkatan Darat berhasil menemukan gerbong ini di Yogyakarta. Saat ini, gerbong tersebut disimpan dan dilestarikan di Museum Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, sebagai salah satu artefak penting dalam sejarah bangsa. Sayangnya, dua gerbong lainnya, dengan kode GR5769 dan GR4416, tidak diketahui keberadaannya hingga kini.
Untuk mengenang tragedi ini, sebuah monumen didirikan di Bondowoso, tepat di depan alun-alun Kabupaten Bondowoso. Monumen ini berupa replika gerbong GR10152 dan menggambarkan sejumlah tawanan perang yang berjalan di depan gerbong kereta. Monumen ini diresmikan oleh Pangdam Brawijaya, Witarmin, pada tahun 1979 dan menjadi simbol peringatan atas perjuangan dan pengorbanan para pahlawan. Monumen Gerbong Maut terletak di lokasi yang strategis. Jika sedang berkunjung ke Bondowoso dan mampir ke alun-alunnya pasti bisa langsung melihat monumen ini. Selain karena ukurannya yang lumayan besar sehingga gampang menarik perhatian pengendara yang melewati jalanan tersebut. Â Berlokasi di jantung kota Bondowoso, monumen ini berdiri kokoh di atas pondasi setinggi lima meter dan dihiasi taman yang asri, mudah terlihat oleh para pengendara yang melintas.
Gerbong Maut adalah simbol kelam namun penting dalam sejarah Indonesia. Tragedi ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini dibayar dengan pengorbanan jiwa-jiwa tak berdosa yang menjadi korban kekejaman penjajah. Dengan mengenang peristiwa ini, kita diingatkan akan pentingnya menghargai kemerdekaan dan terus memperjuangkan hak asasi manusia. Mari kita hargai sejarah ini sebagai bagian dari identitas nasional kita dan sebagai pengingat untuk generasi mendatang tentang arti penting kemerdekaan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H