Indonesia adalah negara demokrasi yang merdeka pada tahun 1945 silam. Indonesia sebagai negara demokrasi diwujudkan dalam ketiatan pemerintahannya, antara lain dapat dilihat dari pertanggungjawaban tugas wakil rakyat, pembagian kekuasaan, dan yan paling jelas terlihat adalah penilu.
Pemilu atau Pemilihan Umum adalah kegiatan yang digelar secara berkala dalam rangka memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu, terutama di pemerintahan, dimulai dari pemilihan presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat, maupun pemilu kepala desa. Pemilu di Indonesia terbagi sesuai tingkat tertentu dan diadakan tiap rentang waktu tertentu. Sejak merdeka hingga saat ini, terhitung Indonesia telah megadakan 11 kali pemilu yaitu di tahun : 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan terakhir di tahun 2014.
Pemilu diadakan dengan cara pemilih yang berham memilih (berusia >17 tahun atau sudah berstatus menikah) mendatangi pos-pos yang terdapat di daerah pemilihan masing-masing, lalu tiap-tiap pemilih akan mencoret/ memilih calon yang dikehendainya. Pemilu di Indonesia menjunjung tingga prinsip LUBERJURDIL (langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil) yang menjamin kebebasan pemilih untuk dapat memilih calon yang diinginkan dan kerahasiaan akan pilihan masing-masing pemilh. Pemilu yang diadakan di negara kita ini merupakan salah satu bentuk pesta demokrasi yang mewujudkan aspirasi masyarakat dalam kehidupan bernegara. Akan tetapi, ditengah proses pemilu ini, muncul yang disebut sebagai "golput".
Golput yang merupakan singkatan dari golongan putih adalah suatu bentuk perlawanan masyarakat akan penyelenggaraan negara dengan cara tidak melakukan pemilihan. Pada tahun 2014 sendiri, KPU mencatat bahwa persentase golput mencapai 24,89 persen. Meskipun lebih rendah dibanding pemilu tahun 2009, tetapi angka terserbut terbilang tinggi. Pada dasarnya, pemilu merupakan perayaan demokrasi dimana rakyat dapat bebas memilih dan menyalurkan aspirasinya.
Golongan putih sendiri muncul sebagai akibat dari beragam hal. Dimulai dari hal teknis, dimana masih banyak daerah yang sulit dicapai sehingga penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ini tidak dapat digelar secara merata. Ditambah lagi dengan kurangnya penyuluhan dan pengenalan mengenai pemilu kepada rakyat, menyebabkan rakyat kurang peduli terhadap adanya pemilu. Selain itu, alasan lain yang mendorong munculnya golput adalah kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan. Rakyat cenderung memiliki pemikiran bahwa meskipun terjadi perganyian pemimpin berkali-kali, tetapi tidak ada perubahan menjadi lebih baik. Ditambah dengan banyaknya kasis korupsi dan pelanggaran hukum oleh pejabat negara sendiri.Â
Oleh karena itu, sebagian pemilih justru memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu, dengan kata lain bertindak sebagai golput. Di lain pihak, negara demokrasi tidak dapat maju apabila masih terdapat golput. Tidak semua rakyat dapat terlihat dalam kegiatan negara, mengakibatkan pembangunan dan kebijakan tidak didukung semua orang. Akibatnya, demokrasi tidak dapat terwujud dan perkembangan megara terhambat.
Okeh karena itu, ada baiknya apabila kita memilih untuk tidak mengabaikan kewajiban kita dan menyia-nyiakan hak pilih kita sebagai bentuk keterlibatan kita dalam penyelenggaraan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H