"Aksi pelecehan seksual sama sekali tak ada kaitannya dengan pakaian seksi yang dikenakan oleh korban", sering kali kita sebagai masyarakat mendengar argumentasi tersebut baik melalui surat pembaca, media elektronik hingga siaran radio.
Mungkin terdapat banyak masyarakat, khususnya yang berasal dari kaum wanita secara eksplisit akan memiliki persepsi yang sejalan dengan argumentasi tersebut, yang dimana memiliki afeksi untuk meletakan kaum wanita sebagai korban serta satu-satunya pihak yang membutuhkan perlindungan terkait pelecehan seksual dan diskriminasi sosial.
Namun mereka tidak menyadari bahwa pelecehan seksual serta diskriminasi sosial tidak terkategorisasikan oleh sex ataupun gender yang dimiliki oleh seorang individu. Baik perempuan ataupun laki-laki dapat menjadi korban dari aksi tercela yang dilakukan oleh para pelaku.
Mari kita bayangkan dan renungkan bersama-sama kalimat-kalimat berikut ini:
"Cowok kok nangis? Cengeng banget kayak cewek, lenje."
"Angkat gitu aja enggak bisa? Cowok bukan lu? Lemah."
"Cowok kok pakai skincare sih? Banci amat."
Ketiga kalimat tersebut yang dapat ditagorisasikan sebagai kalimat sindiran hingga dijadikan sebuah bahan bercandaan tak pantas yang pastinya sudah tidak asing lagi ditelinga kita semua.Â
Apakah kalian telah menyadari bahwa kaum laki-laki pun memiliki probabilitas yang sama besarnya dengan kaum perempuan untuk menerima berbagai bentuk diskriminasi?
Ya, memang sebagai anggota dari masyarakat, hubungan kita akan begitu dekat dengan sebuah konsep yang bernama stereotype. Masyarakat memiliki kecenderungan melakukan penilaian terhadap seorang individu hanya dengan berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan sehingga pada akhirnya masyarakat memiliki sebuah ekspektasi tertentu terkait sex dan gender.