Masa pandemi menjadi polemik diberbagai daerah bahkan diseluruh wilayah Indonesia, pandemi Virus COVID-19 masih menjadi momok menakutkan di setiap kalangan masyarakat. Seperti yang kita ketahui, kasus COVID-19 pertama kali masuk ke Indonesia pada bulan Maret dan masih berlangsung hingga saat ini. Pandemi ini menyebabkan adanya perubahan diberbagai bidang kehidupan. Termasuk salah satunya dibidang pendidikan. Perubahan yang terjadi di dunia pendidikan adalah berubahnya sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi sistem daring.
Pembelajaran berbasis daring atau online tentunya mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang pesat. Namun, penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar ini juga memiliki banyak masalah. Banyak faktor yang menghambat pembelajaran berbasis daring ini.
Mengacu pada Surat Edaran Kemendikbud Nomor 40 Tahun 2020 Tentang “Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19)”, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengambil sejumlah kebijakan untuk menghadapi pandemi. Kebijakan tersebut di antaranya adalah penghapusan Ujian Nasional, perubahan sistem Ujian Sekolah, perubahan regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan penetapan belajar dari rumah (pembelajaran daring). Mengenai beberapa kebijakan tersebut, penetapan pembelajaran secara daring marupakan salah satu kebijakan yang paling banyak menuai pro dan kontra di masyarakat.
Ada yang pro dengan pemberlakuan pembelajaran berbasis daring, karena mengurangi kerumunan yang disebabkan oleh murid-murid. Sedangkan ada beberapa pihak yang kontra dengan pemberlakuan sistem pembelajaran ini. Pembelajaran berbasis daring dianggap kurang efektif dalam membantu siswa-siswi memperoleh materi.
Tidak hanya itu, ada beberapa pihak yang kontra terhadap pembelajaran daring dikarenakan fasilitas yang tidak memadai. Seperti yang kita tahu, pembelajaran daring memerlukan fasilitas seperti handphone, laptop, dan kuota internet. Hal tersebut pastinya menjadi masalah bagi sebagaian peserta didik yang hidup dalam keterbatasan ekonomi. Orangtua kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sekolah anak yang semakin tinggi.
Di lain kasus, pembelajaran daring menimbulkan masalah baru. Dimana secara umum, pembelajaran berbasis daring memerlukan akses internet yang penuh. Hal tersebut menimbulkan masalah terhadap beberapa provider jaringan di Indonesia dan juga terbatasnya akses internet di berbagai daerah di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil. Salah satu yang mendapatkan dampak ini adalah wilayah di pedesaan. Keterjangkauan akses internet yang terbatas membuat sebagian sekolah di pedesaan mengalami kesulitan dalam melakukan pembelajaran daring. Banyak siswa yang tidak dapat mengikuti dan mengeluhkan pembelajaran secara daring karena jaringan internet yang kurang memadai.
Namun, bila kita ulas balik sejak ditetapkannya proses pembelajaran daring. Dimana hal ini dirasa menjadi kebijakan yang tepat di masa awal pandemi. Guru-guru dan seluruh orang yang berhubungan dengan pendidikan merasa ini adalah langkah yang tepat untuk mencegah murid terpapar COVID-19 dengan harapan hal ini dapat mencegah angka penyebaran COVID-19 dan segera berakhir dengan waktu yang singkat.
Seiring berjalannya waktu, angka penyebaran virus COVID-19 semakin meningkat. Hal itu menyebabkan kegelisahan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dunia Pendidikan yang awalnya dijanjikan untuk dirumahkan selama dua minggu, namun kenyataannya kita tidak dapat berbuat apa-apa. COVID-19 terus meningkat sehingga memaksa masyarakat untuk tetap di rumah dan pembelajaran secara daring pun semakin diperpanjang. Guru-guru dan wali murid semakin bingung dalam mengatasi hal tersebut.
Kegelisahan yang dialami para guru adalah materi-materi yang disampaikan melalui pembelajaran daring dirasa kurang efektif. Selama beberapa bulan pembelajaran daring berlangsung, peserta didik mengalami penurunan nilai. Hal tersebut tidak lain karena proses pembelajaran daring yang kurang efektif. Selain itu, beberapa guru juga mengalami kesulitan dalam penggunaan berbagai media online, tidak semua pendidik mahir dalam penggunaan media-media pembelajaran berbasis online.
Hal lain yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai peserta didik selama pembelajaran daring ini dikarenakan kurangnya waktu interaksi dengan guru yang menyebabkan para siswa sulit untuk memahami dan mengingat materi ketika proses pembelajaran daring berlangsung.
Kejadian ini tentunya menjadi satu hal yang sangat disayangkan. Mengingat peringkat pendidikan negara Indonesia masih jauh dari kata cukup. Kita pastinya berharap agar kasus COVID-19 di Indonesia bahkan di seluruh dunia segera berakhir, sehingga segala kegiatan masyarakat, termasuk proses pembelajaran dapat dilakukan kembali secara tatap muka dan tanpa adanya rasa takut. Baru-baru ini sudah tersiar kabar, dimana proses pembelajaran dibeberapa sekolah dan universitas sudah dibuka kembali untuk melakukan pembelajaran secara tatap muka. Hal ini dikarenakan dibeberapa daerah sudah mengalami penurunan kasus COVID-19. Semoga kabar baik ini terus berkembang agar tidak ada lagi pro dan kontra perihal keefektifan proses pembelajaran berbasis daring.